Untuk memahami bagaimana rasionalisme dikaji, diinterpretasikan, dan diaplikasikan dalam berbagai bidang keilmuan, diperlukan pendekatan yang mampu memetakan perkembangan penelitian secara menyeluruh. Salah satu pendekatan tersebut adalah analisis bibliometrik, yaitu metode kuantitatif yang digunakan untuk mengevaluasi literatur ilmiah secara sistematis berdasarkan metadata publikasi seperti jumlah sitasi, kata kunci, hubungan antar penulis, dan tren tematik. Melalui analisis bibliometrik, dapat diidentifikasi peta intelektual (intellectual structure), klaster tematik, serta evolusi konsep rasionalisme dari waktu ke waktu.
Dalam konteks penelitian ini, data dikumpulkan dari basis data ilmiah bereputasi, seperti Scopus, dengan menggunakan kata kunci utama “rationalism”. Hasil pencarian kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Publish or Perish dan divisualisasikan melalui VOSviewer untuk mengidentifikasi pola kolaborasi penulis, jaringan kata kunci, dan dinamika topik riset. Kajian ini bertujuan tidak hanya untuk mengungkap tren dan fokus dominan dalam studi rasionalisme, tetapi juga untuk menemukan potensi celah penelitian (research gap) serta arah pengembangan ke depan dalam lanskap akademik yang semakin interdisipliner dan kompleks.
Data bibliometrik dalam penelitian ini diperoleh dari basis data Scopus, yang merupakan salah satu pangkalan data ilmiah terbesar dan paling kredibel secara global. Proses pengumpulan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Publish or Perish, menggunakan kata kunci utama “rationalism” untuk menyaring dokumen-dokumen jurnal yang relevan dengan topik penelitian dalam 10 tahun terakhir rentang tahun 2015-2020. Dari hasil pencarian awal, diperoleh sebanyak 200 dokumen jurnal yang memuat pembahasan tentang rasionalisme dalam berbagai disiplin ilmu.
Selanjutnya, dilakukan proses seleksi dan penyaringan berdasarkan relevansi dan jumlah sitasi, guna memastikan bahwa dokumen yang dianalisis merupakan karya-karya yang memiliki kontribusi signifikan dalam diskursus ilmiah terkait rasionalisme. Setelah melalui proses kurasi ini, terpilih sebanyak 104 jurnal yang dianggap paling relevan dan memiliki tingkat sitasi yang tinggi. Dokumen-dokumen inilah yang kemudian menjadi dasar analisis bibliometrik lebih lanjut, baik dari segi visualisasi jaringan, kepadatan topik, maupun identifikasi klaster tematik.
Network Visualization Rasionalisme
Peta jejaring (network visualization) yang dihasilkan dari analisis bibliometrik memberikan gambaran komprehensif mengenai struktur dan arah perkembangan kajian tentang rasionalisme dalam literatur ilmiah. Dalam visualisasi ini, setiap node atau titik mewakili suatu istilah, konsep, atau topik penelitian yang sering muncul dalam publikasi terkait. Ukuran node mencerminkan frekuensi atau bobot kemunculan istilah tersebut, semakin besar ukuran node, semakin sering istilah itu muncul dalam dokumen yang dianalisis. Sementara itu, garis penghubung (edges) antar node menunjukkan adanya relasi konseptual atau keterkaitan tematik, dengan ketebalan garis yang menggambarkan kekuatan hubungan antar konsep. Warna yang berbeda digunakan untuk menandai kluster atau kelompok tematik, yang memperlihatkan arah kecenderungan dan pengelompokan diskursus dalam studi rasionalisme.
Kluster Inti: Rationalism (Warna Ungu Kebiruan di Pusat Visualisasi)
Node rationalism tampil sebagai titik sentral dengan ukuran paling dominan, menegaskan posisinya sebagai konsep utama sekaligus pusat gravitasi dalam keseluruhan peta jejaring. Node ini memiliki hubungan erat dengan istilah-istilah kunci seperti empiricism, a priori, dan inter-Asian scholarly networks, yang menunjukkan dua hal: pertama, kuatnya perdebatan klasik antara rasionalisme dan empirisme dalam epistemologi filsafat Barat; dan kedua, keterbukaan terhadap konteks baru, seperti munculnya jaringan keilmuan Asia yang memperkaya diskursus global. Dengan demikian, kluster ini mengilustrasikan akar epistemologis rasionalisme dan bagaimana ia tetap relevan dalam dinamika keilmuan kontemporer lintas kawasan.
Kluster “Critical Rationalism” (Merah–Biru di Kanan Visualisasi)
Node critical rationalism muncul dengan visibilitas tinggi, mengindikasikan pengaruh penting dari pendekatan yang dikembangkan oleh Karl Popper dan penerusnya dalam filsafat ilmu. Keterhubungan dengan istilah seperti competence and expertise serta Christianity mengisyaratkan bahwa diskursus kritis rasionalisme tidak hanya terbatas pada debat epistemologis internal, tetapi juga merambah pada isu-isu keagamaan dan kapabilitas profesional dalam masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pendekatan critical rationalism digunakan untuk menilai validitas pengetahuan dalam ranah praktis sekaligus etis, memperluas pengaruhnya ke luar batas filsafat murni.
Kluster “Economic Rationalism” (Hijau di Kiri Atas)
Node economic rationalism berada dalam satu gugus dengan istilah academic freedom dan entrepreneurialism. Hal ini mencerminkan bagaimana rasionalisme dimanfaatkan sebagai kerangka konseptual dalam menganalisis kebijakan ekonomi, otonomi akademik, dan dinamika kewirausahaan. Kluster ini mencerminkan dimensi aplikatif rasionalisme dalam konteks sosial ekonomi, khususnya dalam perdebatan tentang liberalisasi ekonomi, reformasi sektor publik, dan orientasi pasar dalam pendidikan tinggi. Rasionalisme di sini digunakan bukan hanya sebagai prinsip berpikir logis, tetapi juga sebagai landasan dalam perumusan kebijakan dan strategi kelembagaan.
Kluster “Moral Rationalism” (Ungu di Kiri Bawah)
Node moral rationalism membentuk satu kluster tersendiri yang terhubung dengan istilah seperti sentimentalism, feminist ethics, dan international relations. Kluster ini menggarisbawahi penggunaan rasionalisme dalam ranah etika, teori moral, dan politik global. Keterkaitannya dengan feminist ethics mengindikasikan keterbukaan terhadap pendekatan-pendekatan kritis dan interseksional dalam memahami moralitas, sedangkan hubungan dengan international relations menunjukkan peran rasionalisme dalam perumusan prinsip-prinsip normatif dalam hubungan antarnegara dan tata kelola global. Kluster ini memperluas cakupan rasionalisme ke dalam isu-isu keadilan, perdamaian, dan kebijakan luar negeri berbasis nilai.
Sintesis Tematik
Pemetaan ini mengungkapkan bahwa kajian tentang rasionalisme dalam literatur akademik bersifat plural dan tidak monolitik. Penelitian yang ada membentuk beberapa kluster tematik utama, antara lain:
- Kluster epistemologis dan filsafat dasar, yang mencerminkan perdebatan klasik antara rationalism dan empiricism, serta pentingnya a priori knowledge dalam kerangka teori pengetahuan.
- Kluster kritik epistemologis, yang diwakili oleh critical rationalism dan berorientasi pada refleksi metodologis dalam filsafat ilmu.
- Kluster aplikatif-sosial ekonomi, yang menunjukkan bagaimana konsep rasionalisme digunakan dalam kajian kebijakan, ekonomi, dan tata kelola kelembagaan.
- Kluster etika dan politik global, yang menyoroti perluasan rasionalisme ke dalam ranah etika moral, feminisme, dan hubungan internasional.
Dengan demikian, network visualization ini secara jelas memperlihatkan bahwa rasionalisme bukan sekadar warisan filsafat klasik, melainkan juga telah menjadi kerangka kerja yang lentur dan multidimensional. Ia dapat digunakan untuk menjembatani analisis teoritis dan praktik sosial dalam berbagai konteks keilmuan dan kebudayaan modern.
Overlay Visualization Rasionalisme
Overlay visualization dalam analisis bibliometrik berfungsi sebagai instrumen penting untuk memahami tidak hanya hubungan konseptual antar topik, tetapi juga dinamika temporal atau perkembangan tema berdasarkan rata-rata tahun publikasi. Dalam visualisasi ini, setiap node tetap merepresentasikan topik atau istilah yang sering muncul dalam literatur, namun kini dilengkapi dengan gradasi warna yang menunjukkan kronologi kemunculannya. Warna biru–ungu menandakan istilah yang dominan pada tahun-tahun awal (sekitar 2016–2018), warna hijau menunjukkan puncak kemunculan pada periode menengah (2019–2021), sementara warna kuning menunjukkan istilah yang tergolong baru dan muncul lebih kuat pada periode mutakhir (2022–2024). Dengan demikian, overlay visualization memungkinkan kita membaca pergeseran fokus penelitian dari waktu ke waktu secara visual dan sistematis.
Pada periode awal (2016–2018), dominasi warna biru dan ungu terlihat pada node-node seperti critical rationalism, international relations, dan inter-Asian scholarly networks. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tentang rasionalisme pada fase ini masih bertumpu pada akar-akar epistemologis dan tradisi filsafat kritis, dengan kecenderungan reflektif terhadap relasi pengetahuan lintas kawasan, terutama dalam konteks hubungan antarnegara dan wacana intelektual global. Kajian pada fase ini bersifat teoritis dan konseptual, berusaha membangun kerangka kritik terhadap positivisme atau empirisme, sekaligus membuka jalan bagi integrasi rasionalisme dalam konteks non-Barat melalui pendekatan interdisipliner.
Memasuki periode menengah (2019–2021), warna hijau mulai mendominasi beberapa node penting seperti economic rationalism, entrepreneurialism, dan Christianity. Perubahan ini mengindikasikan pergeseran fokus ke arah aplikasi rasionalisme dalam konteks sosial-ekonomi dan keagamaan. Rasionalisme tidak lagi diposisikan semata sebagai aliran filsafat, tetapi mulai berfungsi sebagai kerangka kerja untuk memahami dinamika pasar, kebijakan ekonomi, semangat kewirausahaan, serta narasi keagamaan dalam masyarakat kontemporer. Hal ini mencerminkan kecenderungan literatur untuk menjembatani gagasan filosofis dengan kebutuhan aplikatif di ranah publik, ekonomi, dan spiritual.
Tren mutakhir (2022–2024) ditandai dengan kemunculan node-node berwarna kuning cerah, seperti a priori, academic freedom, dan adaptation solution evolution. Istilah-istilah ini merefleksikan arah penelitian terbaru yang mengaitkan rasionalisme dengan isu-isu kontemporer yang lebih spesifik, seperti kebebasan akademik dalam konteks tekanan politik atau pasar, pengembangan metodologi ilmiah berbasis teori a priori, serta pendekatan rasional dalam menjawab tantangan adaptif di era perubahan sosial yang cepat. Warna kuning sebagai representasi kronologis menandakan bahwa tema-tema ini menjadi titik perhatian baru dalam studi rasionalisme, menunjukkan kepekaan intelektual terhadap tantangan zaman.
Secara sintesis, overlay visualization ini menunjukkan bahwa kajian rasionalisme telah mengalami evolusi tematik yang signifikan. Awalnya berakar pada fondasi filsafat klasik dan kritik epistemologis, riset rasionalisme kemudian berkembang ke arah yang lebih aplikatif, menyentuh bidang ekonomi, kewirausahaan, dan isu-isu sosial-politik. Pada akhirnya, dalam tren mutakhir, rasionalisme digunakan untuk merespons tantangan kontemporer melalui pendekatan yang lebih pragmatis, interdisipliner, dan relevan secara institusional. Perkembangan ini mengindikasikan bahwa rasionalisme bukanlah kerangka yang statis, melainkan sebuah paradigma dinamis yang terus beradaptasi dengan konteks zaman, baik sebagai instrumen analisis maupun sebagai basis normatif dalam pengambilan keputusan akademik dan kebijakan.
Density Visualization Rasionalisme
Visualisasi overlay dalam analisis bibliometrik memberikan dimensi tambahan terhadap peta jejaring topik, dengan menampilkan tidak hanya keterkaitan konseptual antar node, tetapi juga perkembangan temporal dari tema-tema yang dikaji. Dalam visualisasi ini, setiap node tetap merepresentasikan topik atau istilah kunci, namun warna yang menyertainya menunjukkan rata-rata tahun kemunculan dalam literatur ilmiah. Warna biru–ungu menandakan istilah yang dominan pada periode awal (sekitar 2016–2018), hijau menandai perkembangan tema pada fase menengah (2019–2021), sementara kuning menunjukkan topik-topik baru yang mengemuka dalam periode mutakhir (2022–2024). Dengan demikian, overlay visualization memungkinkan pembacaan atas bagaimana fokus penelitian mengenai rasionalisme mengalami pergeseran dari waktu ke waktu.
Pada periode awal (2016–2018), dominasi warna biru dan ungu menunjukkan bahwa penelitian rasionalisme masih berfokus pada fondasi filosofis dan kritik epistemologis. Node-node seperti critical rationalism, international relations, dan inter-Asian scholarly networks menunjukkan bahwa diskursus pada tahap ini banyak mengeksplorasi pendekatan rasionalisme kritis dalam kerangka filsafat ilmu, sekaligus menempatkan pemikiran rasional dalam konteks hubungan antarbangsa dan jaringan intelektual transnasional. Ini mencerminkan perhatian terhadap dasar-dasar teoretis yang menjadi pijakan awal pengembangan kajian rasionalisme.
Memasuki fase menengah (2019–2021), tampak pergeseran fokus ke arah pendekatan yang lebih aplikatif. Node-node berwarna hijau seperti economic rationalism, entrepreneurialism, dan Christianity menandakan bahwa pemanfaatan rasionalisme mulai meluas ke dalam diskursus ekonomi, kewirausahaan, dan agama. Rasionalisme dalam periode ini tidak lagi hanya menjadi tema filsafat abstrak, tetapi juga digunakan sebagai kerangka kerja dalam memahami dinamika sosial dan ekonomi, termasuk dalam ranah kebijakan publik dan pengembangan institusi.
Sementara itu, pada periode terkini (2022–2024), warna kuning muncul pada sejumlah node seperti a priori, academic freedom, dan adaptation solution evolution. Tema-tema ini mencerminkan tren baru dalam pemanfaatan rasionalisme sebagai pendekatan konseptual dalam menjawab persoalan kontemporer, seperti kebebasan akademik di tengah tekanan global, inovasi metodologis, serta adaptasi institusional terhadap perubahan zaman. Rasionalisme tidak lagi hanya hadir dalam ruang filsafat normatif, melainkan digunakan sebagai alat untuk memahami dan merumuskan solusi dalam dinamika sosial, politik, dan ilmiah yang semakin kompleks.
Secara keseluruhan, overlay visualization ini menggambarkan evolusi kajian rasionalisme dari pendekatan klasik menuju ranah yang lebih aplikatif dan responsif terhadap konteks zaman. Jika pada awalnya rasionalisme dibingkai dalam perdebatan epistemologis tradisional, maka seiring waktu ia berkembang menjadi paradigma yang fleksibel, digunakan dalam menjawab tantangan kontemporer mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga kebijakan publik. Hal ini menegaskan bahwa rasionalisme bukanlah konsep yang statis, melainkan suatu kerangka berpikir yang terus mengalami transformasi dan relevansi baru seiring perubahan sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Celah PenelitianRasionalisme
Hasil analisis bibliometrik terhadap jaringan konseptual penelitian bertema rasionalisme mengungkap sejumlah celah penelitian yang signifikan, baik dari sisi tematik, pendekatan, maupun konteks kajian. Meskipun rasionalisme merupakan tema klasik yang telah lama menjadi pilar dalam filsafat Barat, peta jejaring mengindikasikan bahwa pendekatannya dalam literatur ilmiah masih cenderung terfragmentasi dan belum sepenuhnya menjangkau berbagai isu kontemporer.
Pertama, terlihat adanya keterbatasan dalam mengintegrasikan tradisi rasionalisme klasik dengan realitas intelektual kontemporer. Node-node utama seperti rationalism vs empiricism dan critical rationalism masih mendominasi peta, menandakan bahwa fokus utama riset masih tertanam kuat pada perdebatan epistemologis klasik. Namun demikian, topik-topik mutakhir seperti AI ethics, digital epistemology, dan knowledge society belum tampak menonjol dalam jejaring, bahkan cenderung absen sebagai klaster yang signifikan. Hal ini menunjukkan belum terbentuknya jembatan konseptual yang kuat antara pemikiran rasionalisme tradisional dan tantangan era digital yang menuntut fondasi epistemik baru.
Kedua, hasil visualisasi juga memperlihatkan keterbatasan pendekatan interdisipliner dalam pengembangan tema rasionalisme. Memang, terdapat indikasi awal pada node seperti economic rationalism dan moral rationalism, namun keterhubungan tema-tema tersebut dengan bidang-bidang lain seperti hukum, pendidikan berbasis teknologi, digital governance, atau politik global berbasis data masih sangat terbatas. Ini menunjukkan peluang besar untuk memperluas cakupan rasionalisme ke dalam kerangka analisis interdisipliner yang lebih luas, misalnya dengan menjajaki keterkaitannya dengan sustainability studies, AI regulation, atau bahkan algorithmic accountability sebagai bagian dari respons filsafat terhadap perubahan sosial berbasis teknologi.
Ketiga, terdapat kesenjangan perspektif antara konteks lokal dan global dalam kajian rasionalisme. Meskipun node seperti inter-Asian scholarly networks muncul dalam peta, ukurannya masih kecil dan tidak banyak terhubung dengan node-node besar lainnya. Hal ini menandakan bahwa pendekatan geografis terhadap rasionalisme masih didominasi oleh tradisi Barat, sementara potensi eksplorasi rasionalisme dalam konteks Asia, terutama Indonesia, belum banyak tergarap. Padahal, kajian perbandingan antara aplikasi rasionalisme di dunia Barat dan dalam konteks Asia bisa membuka wacana baru tentang relevansi nilai-nilai rasional dalam keragaman sosial-budaya yang lebih luas.
Keempat, meskipun tema academic freedom mulai muncul sebagai topik baru dalam klaster mutakhir, hubungannya dengan gagasan rasionalisme kritis dan otoritas epistemik (epistemic authority) masih lemah dalam jejaring. Hal ini menandakan bahwa belum ada kajian sistematis yang mengulas bagaimana tradisi rasionalisme, khususnya dalam warisan pemikiran Karl Popper atau Immanuel Kant, dapat menjadi dasar konseptual untuk memperkuat otonomi akademik, terutama di tengah tekanan ideologis, politik, dan komersialisasi pendidikan tinggi. Padahal, penguatan posisi rasionalisme sebagai landasan berpikir kritis dan otonomi pengetahuan sangat relevan dalam konteks kontemporer.
Dengan demikian, analisis bibliometrik ini mengungkapkan bahwa meskipun kajian rasionalisme cukup berkembang dalam kerangka filsafat klasik dan beberapa tema sosial, masih terdapat sejumlah gap konseptual dan metodologis yang dapat dijadikan pijakan untuk penelitian lanjutan. Ke depan, pengembangan rasionalisme sebagai paradigma interdisipliner dan lintas konteks geografis menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperluas relevansi filosofisnya dalam menjawab problematika dunia modern dan post-digital.
Novelty Kebaharuan Rasionalisme
Hasil bibliometrik menunjukkan bahwa meskipun tema rasionalisme telah cukup mapan dalam wacana filsafat klasik, potensi pengembangan kebaruan ilmiah masih sangat terbuka, terutama dalam menjawab tantangan dunia kontemporer yang semakin kompleks dan terdigitalisasi. Kebaruan atau novelty tidak hanya terletak pada eksplorasi topik baru, tetapi juga pada bagaimana kerangka rasionalisme dapat dikontekstualisasikan ke dalam ranah interdisipliner, lokal-global, serta ranah digital dan etika aplikatif.
Pertama, munculnya era kecerdasan buatan, big data, dan large language models membuka ruang bagi pengembangan konsep rasionalisme digital. Dalam konteks ini, pendekatan critical rationalism dapat dikembangkan untuk mengevaluasi keandalan epistemik dari sistem digital, seperti algoritma pembelajaran mesin atau sistem rekomendasi. Rasionalisme digital akan berfungsi sebagai kerangka filsafat kritis untuk menguji validitas, objektivitas, dan bias dalam produksi pengetahuan berbasis teknologi. Ini menjadi sangat relevan ketika kecepatan produksi informasi digital tidak selalu diiringi dengan proses verifikasi epistemologis yang memadai.
Kedua, penting untuk mendorong rasionalisme kontekstual, yaitu pendekatan yang mengaitkan moral rationalism dengan isu-isu etika kontemporer seperti bioetika, keadilan gender, teknologi reproduksi, dan keberlanjutan lingkungan. Hal ini menandakan perluasan rasionalisme dari ranah metafisika atau logika ke dalam ranah praksis yang menyentuh kehidupan manusia secara langsung. Dengan demikian, rasionalisme dapat berkontribusi dalam pengambilan keputusan etis yang berbasis pada argumentasi rasional, tidak hanya pada norma tradisional atau sentimen moral.
Ketiga, terdapat peluang besar untuk mengembangkan pendekatan rasionalisme global–lokal, yaitu dengan membandingkan penerapan economic rationalism di negara-negara maju dengan negara berkembang seperti Indonesia. Perspektif ini menawarkan kebaruan dalam memperluas wacana rasionalisme yang selama ini cenderung didominasi oleh literatur Barat. Kajian ini dapat mengeksplorasi bagaimana konteks sosial, politik, dan ekonomi mempengaruhi cara rasionalisme dipraktikkan atau disesuaikan, sehingga menghasilkan bentuk rasionalitas yang lebih plural dan kontekstual.
Keempat, topik rasionalisme dan kebebasan akademik juga menjadi agenda penting yang layak dikembangkan. Node academic freedom mulai muncul dalam peta bibliometrik, namun keterkaitannya dengan critical rationalism atau epistemic authority belum tergarap secara optimal. Dalam konteks meningkatnya tekanan terhadap otonomi akademik, baik dari negara, pasar, maupun kelompok ideologis, rasionalisme dapat digunakan sebagai dasar normatif untuk mempertahankan integritas keilmuan dan kebebasan berpikir di lingkungan pendidikan tinggi. Rasionalisme menawarkan logika objektif dan argumen universal sebagai pelindung dari intervensi yang bersifat emosional, populis, atau anti-intelektual.
Secara sintesis, empat arah kebaruan utama dapat dirumuskan: (1) rasionalisme digital yang menjawab tantangan epistemologi teknologi, (2) rasionalisme kontekstual yang memperluas relevansinya ke ranah etika dan sosial, (3) rasionalisme global–lokal yang menawarkan perspektif perbandingan lintas konteks, dan (4) rasionalisme sebagai pembela kebebasan akademik di tengah dinamika politik kontemporer. Kebaruan-kebaruan ini secara langsung menjawab gap yang telah teridentifikasi dalam visualisasi bibliometrik, yaitu dominasi kajian klasik, keterbatasan pendekatan interdisipliner, absennya perspektif lokal–global, serta lemahnya eksplorasi terhadap ruang akademik dan digital sebagai medan epistemik baru.
Dengan demikian, pengembangan kebaruan dalam studi rasionalisme tidak hanya memperkaya literatur filsafat, tetapi juga memperkuat kontribusinya dalam memahami dan merespons tantangan dunia modern secara kritis, reflektif, dan aplikatif.
download pdf disini
