Bibliometrik Maqasid Syariah

Dalam beberapa dekade terakhir, kajian tentang Maqasid Syariah semakin berkembang seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap pendekatan holistik dalam pemahaman dan penerapan hukum Islam. Maqasid Syariah, yang merujuk pada tujuan-tujuan utama dari syariat Islam seperti perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, telah menjadi landasan penting dalam merumuskan fatwa, kebijakan publik, dan pengembangan sistem keuangan syariah.

Untuk memahami arah perkembangan penelitian di bidang ini secara sistematis, pendekatan bibliometrik menjadi salah satu metode yang efektif. Dengan bantuan perangkat lunak seperti VOSviewer, analisis bibliometrik memungkinkan penelusuran tren riset, kolaborasi antarpeneliti, keterkaitan antar topik, serta identifikasi kata kunci yang dominan dalam literatur Maqasid Syariah. Melalui pemetaan visual, kita dapat melihat bagaimana konsep-konsep inti berkembang, terhubung, dan tersebar dalam berbagai disiplin ilmu dan wilayah geografis.

Untuk memetakan perkembangan penelitian terkait Maqasid Syariah, studi ini menggunakan pendekatan bibliometrik dengan bantuan perangkat lunak VOSviewer. Data dokumen ilmiah diperoleh dari basis data Scopus, yang dikenal luas sebagai salah satu pangkalan data literatur ilmiah terbesar dan paling kredibel di dunia. Proses pengumpulan data dilakukan melalui aplikasi Publish or Perish (PoP), dengan menggunakan kata kunci pencarian “maqasid syariah”. Dari hasil pencarian awal, terkumpul sebanyak 200 dokumen jurnal yang memuat topik tersebut pada 10 tahun terakhir rentang tahun 2015-2025.

Untuk memperoleh hasil analisis yang lebih terfokus dan representatif, dilakukan proses seleksi lebih lanjut berdasarkan dua kriteria utama, yaitu relevansi tema dan tingkat sitasi. Relevansi tema dinilai berdasarkan kesesuaian isi dokumen dengan kajian inti maqasid syariah, baik secara konseptual maupun aplikatif, sementara tingkat sitasi digunakan sebagai indikator pengaruh suatu publikasi dalam ranah akademik. Melalui proses seleksi ini, akhirnya terpilih 76 dokumen jurnal yang dinilai paling relevan dan memiliki jumlah sitasi yang signifikan. Dokumen-dokumen tersebut kemudian dianalisis menggunakan VOSviewer untuk memvisualisasikan hubungan antarpeneliti (co-authorship), keterkaitan antar kata kunci (co-occurrence), serta perkembangan dan distribusi tema dalam kajian maqasid syariah. Hasil visualisasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai tren, jaringan ilmiah, dan arah perkembangan studi maqasid syariah, sekaligus membuka peluang untuk eksplorasi riset lanjutan di masa yang akan datang.

Network Visualization Maqasid Syariah

Hasil analisis bibliometrik dengan pendekatan network visualization menunjukkan bahwa maqasid syariah berperan sebagai pusat jaringan utama (central node) dalam lanskap penelitian terkait. Node “maqasid syariah” (id:116) tercatat memiliki keterhubungan paling luas dengan 48 link dan kemunculan sebanyak 15 kali dalam keseluruhan data, menjadikannya simpul sentral yang menjembatani berbagai topik dan disiplin keilmuan. Konsep ini tidak hanya menjadi dasar dalam kajian normatif keislaman, tetapi juga berkembang dalam ranah sosial, ekonomi, pendidikan, hingga isu-isu kontemporer dan profesi.

Struktur jaringan memperlihatkan terbentuknya sejumlah kluster tematik, yang masing-masing menunjukkan arah dan fokus penelitian yang berbeda. Kluster pertama adalah kluster hukum dan syariah, yang terdiri dari node seperti Islamic law, hak waris, taklik talak, fatwa, dan ijtihad. Kluster ini menunjukkan bahwa maqasid syariah tetap menjadi fondasi utama dalam diskursus fiqh dan hukum Islam, menekankan pentingnya pendekatan maqasidi dalam menafsirkan norma-norma syariah.

Selanjutnya, kluster sosial-ekonomi ditandai oleh node seperti zakat, distribution scheme, corporate social responsibility, dan syariah-compliant corporation. Ini menunjukkan bagaimana prinsip maqasid diterapkan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan dalam konteks ekonomi Islam modern. Kemudian, muncul kluster kontemporer dan kebijakan publik, yang melibatkan topik seperti COVID-19, policy, education security, radicalism, dan government. Keterkaitan ini mencerminkan peran maqasid syariah dalam merespons tantangan global dan lokal melalui kebijakan berbasis nilai-nilai Islam.

Menariknya, terdapat juga kluster etika dan media, yang mengangkat topik-topik baru seperti fiqh kewartawanan, wartawan, dan kod etika wartawan Malaysia 2024. Hal ini menunjukkan bahwa konsep maqasid syariah telah meluas ke ranah profesi dan etika publik, khususnya dalam dunia jurnalistik dan penyampaian informasi.

Berdasarkan hasil pemetaan visual, warna-warna kluster mengindikasikan kategori tematik sebagai berikut:

  • Kluster Merah: Fokus pada kebijakan dan tata kelola publik, dengan node utama seperti policy, corporate social responsibility, dan zakat. Kluster ini menyoroti bagaimana maqasid menjadi dasar dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan lembaga sosial.
  • Kluster Hijau: Berkaitan dengan hukum Islam dan praktik legal, yang menunjukkan aplikasi maqasid dalam legislasi dan pelaksanaan hukum di negara-negara Muslim, terutama Indonesia.
  • Kluster Biru: Berpusat pada pendidikan dan keamanan sosial, mencerminkan integrasi maqasid dalam menjaga keamanan pendidikan, perlindungan sosial, dan pembangunan manusia.
  • Kluster Cokelat: Mewakili metodologi dan inovasi ilmiah, dengan node seperti fuzzy Delphi, yang menunjukkan penggunaan metode ilmiah dan teknologi dalam perumusan kebijakan berbasis maqasid.
  • Kluster Kuning: Menggambarkan regulasi dan fatwa, yang memperlihatkan peran penting otoritas keagamaan dalam menjawab persoalan kontemporer melalui pendekatan maqasidi.
  • Kluster Ungu: Membahas etika dan media, yang menegaskan perlunya landasan maqasid dalam praktik jurnalistik agar sejalan dengan prinsip moral Islam.
  • Kluster Oranye: Fokus pada lingkungan dan ekowisata, menampilkan keterkaitan maqasid dengan pelestarian alam (hifz al-bi’ah) dan pembangunan berkelanjutan.
  • Kluster Pink: Mengangkat isu relasi sosial dan multikulturalisme, dengan topik seperti interfaith marriage yang menunjukkan upaya maqasid dalam menjawab realitas masyarakat plural.

Secara keseluruhan, hasil visualisasi ini mengukuhkan bahwa maqasid syariah tidak lagi terbatas pada kerangka fiqh klasik, tetapi telah berkembang menjadi konsep payung yang inklusif dan multidisipliner. Ia mampu menjembatani berbagai sektor — mulai dari hukum, kebijakan, ekonomi, pendidikan, hingga media dan lingkungan — dengan tetap berakar pada nilai-nilai Islam yang universal. Peta jaringan ini sekaligus menandai pergeseran paradigma penelitian maqasid syariah dari pendekatan normatif-teoritis menuju pendekatan aplikatif yang kontekstual dan responsif terhadap dinamika zaman.

Overlay Visualization Maqasid Syariah

Visualisasi overlay pada analisis bibliometrik menggambarkan bagaimana topik-topik dalam penelitian maqasid syariah berkembang secara kronologis dari tahun 2018 hingga 2025. Dalam peta ini, gradasi warna menjadi indikator temporal: warna biru menunjukkan publikasi yang lebih awal, sementara warna kuning menandakan penelitian yang lebih mutakhir. Node terbesar, yaitu “maqasid syariah”, tampil dominan sebagai simpul pusat, menegaskan posisinya sebagai tema inti yang menghubungkan berbagai bidang kajian secara lintas disiplin.

Pada fase awal (2018–2020) yang ditandai dengan warna biru hingga toska, fokus penelitian masih sangat terkonsentrasi pada isu-isu normatif dan legal formal, seperti hukum Islam, Islamic law, zakat, dan policy. Tema-tema ini menunjukkan bahwa kajian maqasid syariah pada masa itu masih bersandar pada kerangka fiqh klasik dan digunakan sebagai dasar dalam membangun kerangka hukum dan kebijakan keagamaan. Periode ini mencerminkan fase konseptualisasi dan peneguhan maqasid sebagai fondasi dalam pembentukan norma.

Memasuki fase transisi (2020–2022), yang tergambar dalam warna hijau kebiruan, terjadi pergeseran arah penelitian menuju aspek yang lebih aplikatif, khususnya dalam konteks pendidikan dan sosial. Munculnya node seperti education security, fuzzy delphi, dan Indonesia sebagai konteks kajian, menandakan bahwa maqasid mulai diterapkan sebagai kerangka dalam menganalisis kebijakan publik, pendidikan, serta pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai syariah. Pada periode ini, maqasid mulai diposisikan sebagai alat analisis dalam penyusunan kebijakan yang lebih manusiawi, partisipatif, dan kontekstual.

Selanjutnya, fase kontemporer (2023–2025) yang ditandai dengan warna hijau muda hingga kuning menunjukkan ekspansi tema yang lebih luas dan dinamis. Kajian maqasid syariah tidak lagi terbatas pada aspek hukum dan sosial, melainkan meluas ke ranah etika profesi, hubungan antaragama, kelembagaan, hingga isu keberlanjutan. Hal ini tercermin dari munculnya topik-topik seperti corporate social responsibility, interfaith marriage, fiqh kewartawanan, Universiti Kebangsaan Malaysia, serta ecotourism. Perluasan ini menggambarkan adopsi maqasid dalam menjawab isu-isu kontemporer seperti multikulturalisme, transparansi media, tanggung jawab sosial korporasi, dan pelestarian lingkungan.

Secara umum, overlay visualization ini memperlihatkan adanya pergeseran fokus dalam penelitian maqasid syariah, yang berlangsung secara bertahap:

  • Dari pendekatan normatif-hukum (2018–2020),
  • Menuju pendekatan aplikatif dalam kebijakan, pendidikan, dan sosial (2020–2022),
  • Hingga mencakup isu-isu kontemporer, etika profesi, dan multikulturalisme (2023–2025).

Temuan ini menunjukkan bahwa maqasid syariah tidak hanya dipahami sebagai kerangka teoretis dalam hukum Islam, tetapi telah berkembang menjadi sebuah paradigma fleksibel dan multidimensional. Ia mampu merespons kebutuhan zaman dan diterapkan secara luas dalam berbagai sektor, mulai dari hukum, pendidikan, tata kelola, media, hingga lingkungan. Dengan demikian, peta overlay ini menjadi bukti bahwa maqasid syariah semakin relevan sebagai landasan konseptual dalam pembangunan sosial-keagamaan yang inklusif dan berkelanjutan.

Density Visualization Maqasid Syariah

Density visualization dalam analisis bibliometrik berfungsi untuk mengidentifikasi tingkat intensitas penelitian berdasarkan frekuensi kemunculan dan keterhubungan antar topik dalam jaringan. Pada peta density kajian maqasid syariah, terlihat dengan jelas bahwa area dengan kepadatan tertinggi berada di sekitar node maqasid syariah dan Islamic law. Kedua node ini membentuk pusat konsentrasi penelitian, menandakan bahwa topik-topik tersebut menjadi fokus utama dan paling sering dikaji oleh para peneliti dalam rentang waktu yang dianalisis.

Selain itu, beberapa topik lain seperti zakat, policy, pendidikan Islam, dan fatwa juga menunjukkan tingkat kepadatan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun maqasid syariah menjadi pusat diskursus, ia dikelilingi oleh subtema-subtema penting yang secara konsisten mendapatkan perhatian besar dalam berbagai studi, khususnya yang berkaitan dengan hukum, pendidikan keagamaan, dan tata kelola kebijakan publik berbasis nilai-nilai Islam.

Sebaliknya, terdapat sejumlah topik yang menunjukkan kepadatan rendah, ditandai dengan tampilan warna yang lebih redup atau tersebar sporadis dalam peta. Node seperti ecotourism, medical sciences, dan death penalty termasuk dalam kategori ini. Kepadatan yang rendah pada area tersebut menunjukkan bahwa tema-tema ini masih jarang disentuh oleh penelitian terkait maqasid syariah, dan cenderung berada dalam tahap awal pengembangan. Meski begitu, keberadaan mereka di dalam jaringan menunjukkan potensi keterhubungan yang dapat dikembangkan di masa depan.

Secara keseluruhan, density map ini memperkuat posisi maqasid syariah sebagai poros utama dalam lanskap penelitian, yang dikelilingi oleh berbagai subtema utama dari bidang hukum, ekonomi, pendidikan, hingga kebijakan publik. Menariknya, sejak tahun 2020, terdapat kecenderungan bahwa pusat kepadatan mulai bergeser atau meluas ke arah isu-isu yang lebih kontemporer dan aplikatif, meskipun kepadatan topik-topik baru tersebut masih tergolong rendah. Misalnya, tema seperti corporate social responsibility, interfaith marriage, dan ecotourism mulai muncul dalam peta, namun dengan intensitas yang masih terbatas.

Visualisasi ini bukan hanya menampilkan distribusi intensitas penelitian, tetapi juga memberikan petunjuk penting mengenai area riset yang sudah mapan dan area yang masih terbuka untuk eksplorasi lebih lanjut. Dengan demikian, density visualization menjadi alat strategis dalam menyusun arah penelitian ke depan, mendorong penguatan tema-tema yang sudah dominan, sekaligus memperluas jangkauan maqasid syariah ke ranah-ranah baru yang relevan dengan tantangan zaman modern.

Celah PenelitianMaqasid Syariah

Hasil analisis bibliometrik menunjukkan bahwa meskipun kajian maqasid syariah telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, masih terdapat sejumlah celah penting yang menunjukkan adanya kebutuhan untuk memperluas dan memperdalam pendekatan penelitian yang ada. Salah satu temuan utama adalah dominasi pendekatan normatif-legal. Sebagian besar penelitian masih terfokus pada tema Islamic law dan hukum Islam, dengan kepadatan jaringan yang tinggi pada area ini. Meskipun hal ini menegaskan pentingnya maqasid sebagai fondasi dalam fiqh dan legislasi, namun pendekatan tersebut cenderung belum banyak menyentuh disiplin ilmu non-hukum, seperti teknologi informasi, psikologi, kesehatan masyarakat, atau studi komunikasi. Padahal, tantangan kontemporer menuntut adanya integrasi maqasid dalam beragam ranah kehidupan modern yang lebih luas dan interdisipliner.

Selain itu, visualisasi jaringan juga memperlihatkan bahwa riset aplikatif terhadap isu-isu kontemporer masih sangat terbatas. Beberapa topik baru seperti ecotourism, corporate social responsibility, interfaith marriage, fiqh kewartawanan, dan muslim minority hanya muncul secara sporadis dengan intensitas yang rendah. Kepadatan yang rendah pada area ini menunjukkan bahwa potensi maqasid syariah sebagai paradigma penyelesaian problem sosial modern—seperti keberlanjutan lingkungan, relasi lintas agama, tanggung jawab etika korporasi, atau hak-hak minoritas Muslim—belum tergarap secara optimal. Hal ini membuka peluang riset yang besar untuk menjadikan maqasid sebagai kerangka kerja kritis dalam menghadapi realitas sosial dan tantangan global saat ini.

Dalam aspek metodologi, ditemukan pula bahwa pendekatan ilmiah yang digunakan masih didominasi oleh metode normatif-deskriptif. Meski terdapat beberapa inisiatif untuk mengadopsi metode ilmiah seperti fuzzy delphi, namun secara keseluruhan penggunaan pendekatan kuantitatif, mixed methods, atau pemanfaatan data digital dan analitik masih sangat terbatas. Kekurangan ini menyebabkan hasil riset maqasid syariah kerap bersifat teoritis dan kurang terhubung dengan praktik atau pengambilan keputusan berbasis data. Maka, diperlukan terobosan dalam penggunaan pendekatan metodologis yang lebih inovatif dan terukur untuk memperkuat posisi maqasid sebagai fondasi ilmiah yang aplikatif.

Di sisi lain, meskipun terdapat node policy yang cukup terhubung dalam jaringan visualisasi, dimensi implementatif maqasid dalam kebijakan publik dan tata kelola kelembagaan masih belum tergarap secara signifikan. Sebagian besar studi kebijakan masih bersifat konseptual, belum menyentuh pada level praksis seperti perancangan model governance berbasis maqasid, pengembangan indikator kebijakan maqasidi, atau manajemen kelembagaan syariah yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat modern. Padahal, penerapan maqasid dalam kebijakan publik sangat penting untuk menciptakan tata kelola yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Terakhir, kajian ini juga menyoroti terbatasnya perspektif lintas disiplin dan global dalam riset maqasid syariah. Fokus kajian sebagian besar masih terpusat pada konteks lokal, khususnya di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia. Sementara itu, integrasi maqasid dalam wacana global—misalnya terkait human rights, climate change, AI ethics, atau global health equity—masih sangat jarang ditemukan. Minimnya eksplorasi lintas budaya dan disiplin ini menjadi salah satu tantangan utama bagi pengembangan maqasid syariah agar benar-benar mampu berkontribusi sebagai paradigma universal yang relevan dalam menjawab tantangan umat manusia secara global.

Dengan demikian, peta riset maqasid syariah saat ini menggambarkan kebutuhan mendesak untuk melampaui batas kajian tradisional dan memperluas cakupan tematik, metodologis, serta geografis. Ini bukan hanya peluang, tetapi juga keharusan agar maqasid syariah dapat terus hidup sebagai kerangka etik dan normatif yang relevan dengan perkembangan zaman.

Novelty Kebaharuan Maqasid Syariah

Kajian maqasid syariah memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara lebih luas dan kontekstual, seiring dengan tantangan global yang semakin kompleks. Salah satu kebaruan utama yang dapat dikedepankan adalah integrasi maqasid syariah dengan isu keberlanjutan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Mengaitkan maqasid dengan topik seperti sustainability, green economy, ecotourism, dan climate change membuka ruang bagi maqasid untuk berfungsi sebagai kerangka etik-ekologis dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ini menegaskan bahwa maqasid tidak hanya relevan dalam hukum Islam, tetapi juga memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran lingkungan dan keseimbangan ekosistem global, sejalan dengan prinsip hifz al-bi’ah (perlindungan lingkungan) sebagai bagian dari maqasid kontemporer.

Kebaruan berikutnya dapat dikembangkan melalui penguatan maqasid syariah dalam etika profesi modern, sebuah ranah yang hingga kini relatif jarang disentuh. Kajian seperti fiqh kewartawanan, etika media sosial, AI ethics, dan bioethics dapat menjadi pintu masuk untuk mengintegrasikan maqasid ke dalam kehidupan profesional kontemporer. Dengan pendekatan ini, maqasid bertransformasi menjadi landasan etis yang relevan dalam menghadapi dilema moral baru yang muncul dalam masyarakat digital, teknologi tinggi, dan bidang-bidang profesi yang kompleks. Ini merupakan bentuk ekspansi konsep maqasid ke ranah yang lebih operasional dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern.

Dari sisi pendekatan riset, kebaruan juga dapat dikembangkan melalui penggunaan metode berbasis data dan teknologi digital. Adopsi pendekatan seperti bibliometric analysis, big data analytics, fuzzy delphi, hingga machine learning memungkinkan eksplorasi maqasid dalam kebijakan publik dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti (evidence-based decision making). Transformasi metode ini akan menjadikan maqasid tidak hanya sebagai kerangka normatif yang filosofis, tetapi juga sebagai instrumen yang relevan secara praktis dan ilmiah dalam menyusun strategi, regulasi, dan kebijakan yang terukur.

Selain itu, peluang kebaruan juga terdapat dalam aplikasi maqasid syariah pada konteks multikultural dan pluralitas agama. Kajian-kajian mengenai interfaith marriage, muslim minority, serta global governance dapat membuka ruang dialog yang lebih luas, di mana maqasid diposisikan sebagai paradigma inklusif dalam membangun relasi antaragama, memperkuat koeksistensi, dan mendukung perdamaian global. Pendekatan ini mengaktualisasikan maqasid sebagai prinsip moral universal yang mampu beradaptasi dengan keragaman budaya dan keyakinan.

Terakhir, terdapat ruang strategis untuk mengembangkan maqasid dalam manajemen kebijakan publik dan kelembagaan modern. Inisiatif seperti pengembangan governance models, corporate social responsibility, dan policy innovation berbasis maqasid syariah akan memperkuat posisinya sebagai kerangka kerja praktis dalam reformasi tata kelola sosial dan ekonomi. Pendekatan ini memungkinkan maqasid menjadi fondasi dalam merancang sistem manajemen yang adil, akuntabel, dan berorientasi pada kemaslahatan umat secara luas.

Dengan demikian, kebaharuan kajian maqasid syariah tidak hanya terletak pada perluasan topik, tetapi juga pada integrasi pendekatan interdisipliner, pemanfaatan teknologi, serta penerapan praktis dalam konteks sosial kontemporer. Hal ini menjadikan maqasid syariah sebagai paradigma yang dinamis, adaptif, dan siap menjawab tantangan zaman secara konstruktif dan transformatif.

file pdf dapat didownload disini