Tinjauan Pustaka Open Government

Open Government atau keterbukaan pemerintah merupakan salah satu paradigma tata kelola modern yang menekankan pentingnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam setiap proses pemerintahan (Obama, 2009: 4435–4436). Paradigma ini lahir sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat global terhadap pemerintahan yang lebih terbuka, responsif, dan akuntabel di era demokratisasi dan perkembangan teknologi informasi.

Open Government ialah konsep yang terkenal pada saat setelah terjadinya Memorandum on Transparency and Open Government oleh Pemerintahan Amerika serikat pada tahun 2009, dimana konsep ini telah menjadi akselerator dalam gagasan ini sebagai inisiatif Open Government serta di tahun 2010 diikuti oleh peluncuran data.gov.uk asal Pemerintahan Inggris. sehingga hal ini menjadi gerakan yang diikuti secara dunia. Kemunculan website pemerintah yang terus menyebar, untuk berbagi kinerja pemerintahan pada sebuah negara (Mandasari, 2023: 39–41).

Konsep open government di Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung terwujudnya keterbukaan, partisipatif dan akuntabel dalam pembuatan kebijakan publik. Membangun paradigma kebijakan publik yang berorientasi pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat, perlu dikembangkan sebuah pandangan yang tidak lagi menetapkan kebijakan publik dalam ranah suprastruktur atau penguasa, tapi sebagai proses interaksi yang seimbang antara suprastruktur dan infrastruktur politik. Proses interaksi yang seimbang ini mensyaratkan adanya ruangruang publik yang terbuka bagi partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan (Wahyudi et al., 2021:255)

Open Government merupakan bentuk dari adanya transparansi, partisipasi, dan kolaborasi. Arahan Open Government merupakan sebuah upaya komprehensif dan sistematis untuk memberi informasi pemerintahan secara terbuka. Agenda Open Government ini mengambil bentuk yang lebih global melalui pembentukan Kerjasama Open Government pada tahun 2011. Harapan dari kekuatan transformasi ini mengarah kepada perubahan paradigma dalam hakikat pemerintahan berbasis teknologi (Wirtz et al., 2018: 309–310)

Open Government menjadi gagasan perubahan teknologi yang cepat dan trend pemerintahan berbasis elektronik yang tersebar luas di seluruh dunia. Arah Open Government menjadi bentuk inisiatif untuk menghilangkan kesalahpahaman masyarakat terhadap informasi public. Berdasarkan hal tersebut, terdapat tiga arah berbeda yang mengarah pada penerapan open government (Sandoval, 2011:167-168).

Arah pertama dan landasan utama didasarkan pada gagasan Kebebasan Informasi. Dokumen pemerintah harus tersedia untuk siapa saja. Namun tampaknya 12 karena Perang Dingin, ini tidak mungkin dan kerahasiaan pemerintah tetap ada. Arah utama ini difokuskan pada hak hukum yang dimiliki warga negara untuk mengakses informasi pemerintah. Informasi seperi ini yang dihasilkan oleh administrasi public harus dianggap sebagai bagian dari domain publik (Chapman & Hunt, 2011:12-15).

Arah kedua adalah ranah administrasi publik sebagai alat informasi publik. Dalam arah ini, keterbukaan harus diartikan sebagai pencarian untuk mendeklasifikasi informasi dan pengelolaan informasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengambilan keputusan publik dan pengadaan informasi atau deregulasi. Dengan pengertian yang lebih operatif dan regulasi, jalur ini mengoperasionalkan gagasan Open Government dalam organisasi publiknya.

Arah ketiga adalah informasi yang mendetail, dimana dalam memahami gagasan Open Government penting adanya keterbukaan input atau data yang digunakan untuk pejabat pemerintah namun masih bisa diakses oleh warga negara. Ketiga arah ini berusaha mencapai transparansi sebagai tujuan utama. Proses transparansi seharusnya mengarah pada pemerintahan yang lebih baik dan kinerja pemerintahan yang dapat dilihat oleh masyarakat. Gagasan yang mengatakan bahwa legitimasi otoritas publik ada di beberapa bagian salah satunya pada transparansi (Curtin & Meijer, 2006:110-113).

Penelitian Terdahulu

Penelitian Wahyudi, Meutia, & Yulianti (2021: 263) menelaah implementasiopen government melalui partisipasi masyarakat pada formulasi kebijakan Raperda Penyelenggaraan Pesantren di Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung telah menerapkan keterbukaan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam proses pembahasan Raperda. Namun demikian, partisipasi masyarakat masih terbatas hanya pada aktor yang diundang secara formal sehingga belum sepenuhnya mencerminkan keterbukaan partisipatif.

Penelitian (Adi Sastra Wijaya et al., 2025:12-13) mengkaji penerapan open government dalam meningkatkan kualitas informasi publik di Kota Denpasar melalui Denpasar Open Data. Studi ini menemukan bahwa keterbukaan data telah berjalan dengan baik melalui pemanfaatan teknologi digital, namun masih terdapat tantangan berupa kurangnya validitas data serta keterbatasan akses publik pada beberapa platform. Hal ini berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat meskipun secara umum implementasi open government telah menunjukkan hasil positif.

Penelitian (Muna Nurmalinda & Muhammad Riyandi Firdaus, 2024:1804–1805.) menyoroti penerapan open government melalui Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) di Desa Kambitin, Kabupaten Tabalong. Penelitian ini mengungkap bahwa sistem keuangan desa sudah mendukung prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Akan tetapi, keterbatasan akses publik terhadap aplikasi SISKEUDES menjadi hambatan utama. Faktor pendukung implementasi meliputi sarana prasarana yang memadai serta komunikasi antar bendahara desa, sedangkan faktor penghambat antara lain gangguan jaringan internet dan perubahan versi aplikasi yang menuntut adaptasi operator

Curtin dan Meijer (2006: 111-113) melalui studi mereka di Uni Eropa mengkritisi asumsi bahwa transparansi otomatis memperkuat legitimasi. Mereka menegaskan perlunya memahami konteks input, output, dan legitimasi sosial secara lebih hati-hati.

(Porumbescu, 2017:530-532) melakukan penelitian empiris di Korea Selatan yang menunjukkan bahwa transparansi pemerintah memiliki hubungan positif terhadap tingkat kepercayaan publik dan partisipasi warga (voice).

Studi komparatif (Khosrowjerdi, 2022:7-9) atas 117 negara juga menegaskan bahwa kualitas tata kelola negara—ditunjukkan melalui demokrasi, ekonomi, dan kapasitas manajemen—berkorelasi dengan tingkat transparansi informasi nasional.

Penelitian (Ruijer et al., 2020:266-269) bahkan memperkenalkan konsep politics of open government data, di mana organisasi pemerintah sering kali menggunakan strategi transparansi selektif tergantung pada sensitivitas isu dan kebutuhan legitimasi. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan informasi bersifat kontekstual dan seringkali dipolitisasi.

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Judul, Nama dan Tahun PenelitianLokusFokus PenelitianMetodeTemuan Kunci
Implementasi Open Government Melalui Partisipasi Masyarakat Pada Formulasi Kebijakan (Studi Pada Raperda Penyelenggaraan Pesantren di Provinsi Lampung)   Wahyudi et al., 2021Provinsi LampungImplementasi open government melalui partisipasi masyarakat dalam formulasi kebijakanKualitatifPartisipasi masih terbatas pada aktor yang diundang formal; keterbukaan belum inklusif.
Penerapan Open Government Dalam Meningkatkan Kualitas Informasi Publik di Kota Denpasar   Wijaya et al., 2025Kota DenpasarOpen Data & kualitas informasi publikKualitatifData terbuka cukup baik, tetapi validitas dan aksesibilitas masih menjadi tantangan.
Open Government Melalui Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) Pada Kantor Desa Kambitin Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong   Nurmalinda dan Firdaus, 2024Desa Kambitin, TabalongSISKEUDES dan keterbukaan keuangan desaKualitatifTransparansi meningkat, tapi akses publik terbatas pada operator; hambatan teknis masih ada.
Does transparency strengthen legitimacy?   Curtin dan Meijer, 2006Uni EropaTranparansi dan legitimasiKualitatifTransparansi penting, tetapi tidak otomatis memperkuat legitimasi.
Linking Transparency to Trust in Government and Voice   Porumbescu, 2017Korea SelatanTransparansi, trust, dan voiceKuantitatifTransparansi meningkatkan kepercayaan dan partisipasi warga.
The Politics of Open Government Data: Understanding Organizational Responses to Pressure for More Transparency   Ruijer et al., 2020Belanda & PrancisPolitik open government dataKualitatif Studi KasusTransparansi sering selektif tergantung sensitivitas isu dan konteks politik.
Good governance and national information transparency: A comparative study of 117 countries   Khosrowjerdi, 2022  117 negara (global)Good governance dan transparansi informasiKualitatifTata kelola yang baik konsisten meningkatkan tingkat transparansi informasi.

State of the Art

Berdasarkan berbagai penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa konsep Open Government telah menjadi topik kajian yang luas, baik dalam konteks lokal seperti di tingkat desa, kota, dan provinsi, maupun dalam skala global, termasuk di Uni Eropa, Korea Selatan, hingga studi lintas 117 negara. Fokus utama dari penelitian-penelitian tersebut mencakup berbagai aspek, seperti partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik sebagaimana yang dikaji di Provinsi Lampung, pemanfaatan open data untuk meningkatkan kualitas informasi publik seperti di Denpasar, serta penerapan aplikasi digital untuk mendorong transparansi keuangan desa, contohnya penggunaan aplikasi SISKEUDES di Kabupaten Tabalong. Di samping itu, sejumlah studi juga menyoroti hubungan antara transparansi dengan kepercayaan publik (trust), partisipasi (voice), dan legitimasi pemerintah di berbagai negara seperti Korea Selatan dan negara-negara Uni Eropa. Bahkan, aspek politik dalam keterbukaan data pun tak luput dari perhatian, seperti yang terlihat dalam studi kasus di Belanda dan Prancis. Meskipun temuan-temuan tersebut umumnya menunjukkan adanya peningkatan dalam keterbukaan pemerintahan, masih terdapat sejumlah keterbatasan serius. Di antaranya adalah akses publik yang tidak merata, validitas dan kualitas data yang belum konsisten, serta bentuk partisipasi yang cenderung elitis karena lebih banyak melibatkan undangan formal. Selain itu, transparansi sering kali dilakukan secara selektif dan dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Dengan demikian, keterbukaan belum tentu secara otomatis memperkuat legitimasi pemerintah, melainkan masih membutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan berintegritas

Research Gap

Meskipun kajian mengenai Open Government di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif, masih terdapat sejumlah celah penelitian (research gap) yang perlu diperhatikan agar pengembangan ilmu dan kebijakan di bidang ini menjadi lebih komprehensif dan berdampak.

Dari sisi empiris, penelitian yang ada masih bersifat parsial dan terfragmentasi. Studi-studi yang dilakukan umumnya berfokus pada kasus-kasus spesifik di wilayah tertentu seperti Lampung, Denpasar, dan Tabalong, tanpa melakukan perbandingan lintas daerah atau lintas level pemerintahan. Akibatnya, pemahaman terhadap dinamika open government secara nasional, serta variasi praktik dan dampaknya di berbagai tingkatan (desa, kota, provinsi, hingga nasional), masih terbatas. Selain itu, belum ada penelitian yang secara eksplisit menautkan empat elemen penting dalam satu kerangka terpadu, yaitu keterbukaan data, partisipasi publik, transparansi, dan kepercayaan masyarakat. Aspek yang sangat krusial seperti dampak nyata dari keterbukaan terhadap kualitas demokrasi lokal, kepercayaan warga terhadap institusi, dan efektivitas kebijakan publik juga masih jarang menjadi fokus utama penelitian di Indonesia.

Dari segi teoretis, kebanyakan studi masih menggunakan pendekatan good governance dan transparansi administratif yang cenderung teknokratis, sehingga mengabaikan dimensi politik dari keterbukaan. Padahal, literatur terbaru seperti yang dikemukakan oleh Ruijer et al. (2020) menekankan bahwa keterbukaan data tidak bisa dilepaskan dari konteks politik, kekuasaan, dan konflik kepentingan. Selain itu, belum ada integrasi antara teori legitimasi politik (Curtin & Meijer, 2006) dan pendekatan trust and voice (Porumbescu, 2017) ke dalam satu kerangka konseptual yang utuh, padahal kedua teori ini sangat relevan untuk memahami hubungan antara keterbukaan, kepercayaan, dan dukungan publik terhadap pemerintah. Kurangnya penggunaan perspektif multilevel governance juga menjadi kekurangan tersendiri, padahal pendekatan ini penting untuk menjelaskan bagaimana praktik keterbukaan dapat bervariasi antar tingkatan pemerintahan dan antar daerah.

Dari aspek metodologis, sebagian besar penelitian terdahulu masih didominasi oleh pendekatan kualitatif deskriptif, seperti wawancara, diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), atau studi kasus tunggal. Pendekatan ini memang kaya secara konteks, namun memiliki keterbatasan dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat atau dalam melakukan generalisasi temuan. Studi kuantitatif, seperti yang dilakukan oleh Porumbescu (2017), masih sangat terbatas jumlahnya, padahal metode ini dapat memberikan pengukuran yang lebih akurat terhadap korelasi atau bahkan kausalitas antara keterbukaan, partisipasi, kepercayaan, dan legitimasi. Selain itu, pendekatan mixed-methods yang menggabungkan kekuatan data kuantitatif (misalnya survei kepercayaan publik, indeks keterbukaan) dan data kualitatif (misalnya wawancara mendalam dan FGD) masih jarang digunakan, padahal pendekatan ini sangat potensial untuk memberikan gambaran yang lebih holistik mengenai dinamika open government di Indonesia.

Dengan mengatasi ketiga celah ini, penelitian di bidang open government dapat bergerak menuju pemahaman yang lebih mendalam dan aplikatif dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif, dan dipercaya masyarakat.

Novelty (Kebaruan yang Bisa Ditawarkan)

Penelitian ini menawarkan sejumlah kebaruan (novelty) yang bersifat empiris, teoretis, dan metodologis dalam kajian open government, khususnya di konteks Indonesia. Kebaruan ini muncul sebagai respons langsung terhadap berbagai kekosongan atau celah penelitian (research gap) yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Secara empiris, penelitian ini akan menjadi salah satu studi awal yang secara langsung meneliti hubungan antara implementasi open government meliputi partisipasi publik, keterbukaan data (open data), dan transparansi keuangan, dengan tingkat kepercayaan publik (trust) dan legitimasi pemerintah dalam konteks Indonesia. Tidak seperti studi-studi terdahulu yang terfokus pada kasus tunggal, penelitian ini akan menggunakan pendekatan lintas daerah dan lintas level pemerintahan (desa, kota, provinsi) untuk menangkap variasi praktik keterbukaan yang lebih luas dan representatif. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran empiris yang lebih utuh mengenai bagaimana open government diimplementasikan, serta bagaimana dampaknya dirasakan oleh masyarakat di berbagai wilayah.

Dari sisi teoretis, penelitian ini akan mengembangkan sebuah kerangka konseptual baru yang mengintegrasikan pendekatan good governance, politics of open data (Ruijer et al., 2020), serta teori trust–voice–legitimasi (Porumbescu, 2017; Curtin & Meijer, 2006). Kerangka ini ditujukan untuk menanggapi keterbatasan model-model sebelumnya yang cenderung menekankan aspek administratif dan teknokratis dari keterbukaan, tanpa memperhitungkan dimensi politik, sosial, dan relasi kekuasaan yang melekat di dalamnya. Penelitian ini menekankan bahwa keterbukaan tidaklah netral atau otomatis positif, melainkan dipengaruhi oleh konteks politik, struktur sosial, dan kapasitas teknis yang berbeda-beda di tiap daerah. Pemahaman ini penting untuk menilai efektivitas open government secara lebih kritis dan realistis.

Secara metodologis, penelitian ini akan mengadopsi pendekatan mixed methods yang menggabungkan survei kuantitatif untuk mengukur hubungan antara keterbukaan, kepercayaan, partisipasi, dan legitimasi, dengan studi kualitatif berbasis studi kasus untuk menangkap konteks, motivasi, dan dinamika lokal. Selain itu, penelitian ini juga akan memanfaatkan analisis konten digital, khususnya terhadap portal open data pemerintah, sebagai bentuk eksplorasi big data yang selama ini belum banyak digunakan dalam studi-studi serupa di Indonesia. Kombinasi antara data statistik, data naratif, dan data digital ini akan menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif dan mendalam mengenai praktik open government di tingkat lokal hingga nasional.

Daftar Pustaka (APSA) :

Chapman, Richard A, and Michael Hunt. 2011. Open Government: A Study of the Prospects of Open Government within the Limitations of the British Political System. Routledge.

Curtin, Deirdre, and Albert Jacob Meijer. 2006. “Does Transparency Strengthen Legitimacy?” Information Polity 11(2): 109–22. doi:10.3233/IP-2006-0091.

Khosrowjerdi, Mahmood. 2022. “Good Governance and National Information Transparency: A Comparative Study of 117 Countries.” In International Conference on Information, Springer, 143–60.

Komang Adi Sastra Wijaya, Juwita Pratiwi Lukman, Sang Ayu Nyoman Sinta Dewi, and Ni Wayan Riani. 2025. “Penerapan Open Government Dalam Meningkatkan Kualitas Informasi Publik Di Kota Denpasar.” Ganaya: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 8(1): 1–14. doi:10.37329/ganaya.v8i1.3507.

Mandasari, Nanik. 2023. “Perbandingan Konsep Tata Kelola Pemerintah: Sound Governance, Dynamic Governance, Dan Open Government.” Ebisma (Economics, Business, Management, & Accounting Journal) 3(1): 46–62. doi:10.61083/ebisma.v3i1.26.

Nurmalinda, Muna, and Muhammad Riyandi Firdaus. 2024. “OPEN GOVERNMENT MELALUI SISTEM KEUANGAN DESA (SISKEUDES) PADA KANTOR DESA KAMBITIN KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG.” JAPB 7(2): 1800–1815. doi:10.35722/japb.v7i2.1118.

Obama, Barack. 2009. “Transparency and Open Government.” Memorandum for the heads of executive departments and agencies 74: 15–15.

Porumbescu, Gregory. 2017. “Linking Transparency to Trust in Government and Voice.” The American Review of Public Administration 47(5): 520–37. doi:10.1177/0275074015607301.

Roome, Jessica, and Hanna San Nicoló. 2012. “Transforming Transparency into Trust: An Analysis of the European Commission’s E-Government and Citizen Trust.” MaRBLe 1. doi:10.26481/marble.2012.v1.120.

Ruijer, Erna, Francoise Détienne, Michael Baker, Jonathan Groff, and Albert J. Meijer. 2020. “The Politics of Open Government Data: Understanding Organizational Responses to Pressure for More Transparency.” The American Review of Public Administration 50(3): 260–74. doi:10.1177/0275074019888065.

Sandoval, Rodrigo. 2011. “The Two Door Perspective: An Assessment Framework for Open Government.” JeDEM – eJournal of eDemocracy and Open Government 3(2): 166–81. doi:10.29379/jedem.v3i2.67.

Wahyudi, Wahyudi, Intan Fitri Meutia, and Devi Yulianti. 2021. “Implementasi Open Government Melalui Partisipasi Masyarakat Pada Formulasi Kebijakan (Studi Pada Raperda Penyelenggaraan Pesantren Di Provinsi Lampung).” Administrativa: Jurnal Birokrasi, Kebijakan dan Pelayanan Publik 3(3): 253–66. doi:10.23960/administrativa.v3i3.98.

Wirtz, Bernd W., Jan C. Weyerer, and Michael Rösch. 2018. “Citizen and Open Government: An Empirical Analysis of Antecedents of Open Government Data.” International Journal of Public Administration 41(4): 308–20. doi:10.1080/01900692.2016.1263659.

File Download PDF disini

download RIS Bibtex Mendeley/Zotero