Behaviorisme dalam Penelitian Pendidikan

Berikut sampel kecil struktur penelitian terkait behaviorisme dalam penelitian Ilmu Pendidikan :

Latar Belakang

Pendidikan adalah proses pemberdayaan manusia yang inti keberhasilannya ditentukan oleh pembelajaran. Teori belajar menjadi kunci bagi guru dalam merancang pembelajaran yang efektif. Abidin menekankan bahwa behaviorisme relevan diterapkan karena menitikberatkan pada perubahan perilaku nyata melalui interaksi stimulus dan respon. Dengan memahami teori ini, guru dapat membantu anak mencapai perubahan tingkah laku yang optimal (Abidin, 2022: 2)

Teori belajar merupakan kumpulan prinsip yang membantu memahami proses belajar. Ia menekankan bahwa teori behavioristik berfokus pada hasil belajar berupa perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur. Menurutnya, peran guru sangat dominan sebagai pengendali stimulus, sedangkan siswa dianggap pasif. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah membentuk perilaku yang lebih baik melalui penguatan stimulus–respon (Suputra, 2023: 332)

Mardiyani (2022:260) menguraikan bahwa psikologi pendidikan sangat penting bagi guru untuk memahami perilaku peserta didik. Salah satu teori yang mendasarinya adalah behaviorisme, yang menekankan pada perubahan tingkah laku yang dapat diukur secara objektif. Menurutnya, individu dipandang sebagai makhluk reaktif yang perilakunya dibentuk oleh pengalaman dan lingkungan. Oleh sebab itu, Mardiyani menegaskan pentingnya mempelajari teori ini agar guru dapat mengidentifikasi dan mengarahkan perilaku dominan siswa dalam pembelajaran.

Maharani dkk. (2024:59) berangkat dari pemahaman bahwa teori belajar membantu menjelaskan proses perubahan perilaku. Mereka menekankan bahwa teori behaviorisme efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep biologi melalui stimulus teratur yang menimbulkan respons sesuai. Penggunaan media seperti flipbook dipandang mampu memotivasi siswa sekaligus memperkuat pembelajaran. Dengan demikian, menurut para penulis, pendekatan behavioristik relevan untuk diterapkan dalam konteks pembelajaran biologi di SMA (Maharani et al., 2024: 59)

Affandi, Rahman, dan Andriana (2025:272) menekankan bahwa pendidikan bertujuan menggali potensi manusia, sementara pembelajaran merupakan inti dari pendidikan itu sendiri. Mereka menjelaskan bahwa teori behaviorisme melihat belajar sebagai perubahan perilaku akibat stimulus–respon yang dapat diamati dan diukur. Dalam perspektif pendidikan Islam, teori ini relevan karena sejalan dengan tujuan perubahan perilaku peserta didik ke arah yang lebih positif melalui motivasi, penguatan, dan latihan.

Belajar sebagai usaha sadar untuk berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap, dan dari tidak terampil menjadi terampil. Mereka menegaskan bahwa teori behavioristik menekankan interaksi stimulus–respon yang membentuk perilaku manusia. Tokoh-tokoh seperti Ivan Pavlov dengan teori kondisioning klasik dan B.F. Skinner dengan operant conditioning menjadi dasar penting dalam menjelaskan bagaimana pembelajaran berlangsung. Menurut mereka, penerapan teori ini membantu guru dalam mengarahkan perilaku siswa melalui penguatan positif maupun negatif (Jelita et al., 2023: 405)

Pendidikan sebagai proses pemberdayaan manusia menuntut adanya sistem pembelajaran yang efektif dan efisien. Inti dari pendidikan terletak pada pembelajaran yang berkualitas, di mana teori belajar berperan penting dalam menentukan keberhasilan. Dalam praktiknya, guru seringkali menghadapi kesulitan untuk memastikan terjadinya perubahan perilaku pada anak. Teori behaviorisme memberikan pendekatan yang menekankan hubungan stimulus dan respon, di mana perubahan perilaku dapat diukur secara objektif. Dengan penerapan teori ini, guru dapat merancang pembelajaran berbasis penguatan positif maupun negatif, sehingga membantu anak mencapai perkembangan optimal (Abidin, 2022: 2)

Belajar pada dasarnya adalah aktivitas mental yang tidak tampak, tetapi hasilnya dapat diamati melalui perubahan perilaku. Dalam konteks pendidikan, guru dituntut tidak hanya mentransfer pengetahuan, melainkan juga membentuk perilaku siswa. Teori behavioristik hadir sebagai landasan yang menekankan pembentukan perilaku melalui stimulus–respon. Pandangan ini memandang siswa sebagai individu pasif yang perilakunya dipengaruhi lingkungan, sementara guru berperan otoriter sebagai pengendali input. Urgensi penelitian ini terletak pada pentingnya mengarahkan siswa menjadi lebih disiplin dan berperilaku positif melalui penerapan teori behavioristik (Suputra, 2023: 332)

Psikologi pendidikan merupakan dasar bagi guru dalam memahami perilaku peserta didik. Salah satu aliran penting adalah behaviorisme, yang menekankan bahwa perilaku manusia dibentuk melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Pendidik perlu memahami teori ini karena pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan perilaku yang terukur. Behaviorisme memandang siswa sebagai makhluk reaktif yang merespons rangsangan, sehingga pembentukan perilaku melalui latihan, penguatan, serta pembiasaan menjadi tujuan utama. Urgensi penelitian ini adalah mengkaji bagaimana tujuan dan penerapan teori behaviorisme dapat membantu pendidik menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (Mardiyani, 2022: 261)

Biologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan menuntut siswa memahami konsep yang kompleks dan bersifat abstrak. Banyak siswa mengalami kesulitan karena kurangnya motivasi dan minimnya metode pembelajaran yang tepat. Teori behaviorisme menjadi relevan karena menekankan penguatan respon melalui stimulus yang teratur. Maharani dkk. menegaskan bahwa penggunaan media seperti flipbook dapat meningkatkan motivasi siswa sekaligus memperkuat pemahaman konsep. Dengan demikian, behaviorisme tidak hanya membantu siswa dalam menguasai pengetahuan, tetapi juga membentuk kebiasaan belajar yang efektif (Maharani et al., 2024: 59)

Dalam pendidikan Islam, pembelajaran tidak hanya berorientasi pada transfer pengetahuan, tetapi juga perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Teori behaviorisme yang menekankan stimulus–respon memiliki keselarasan dengan prinsip Islam yang menekankan pembentukan akhlak melalui latihan, motivasi, dan penguatan. Affandi dkk. menekankan bahwa meskipun behaviorisme lahir di Barat, konsep-konsepnya dapat diadaptasi dalam pendidikan Islam untuk mendorong perubahan perilaku positif. Hal ini menjadi relevan karena pendidikan Islam membutuhkan strategi yang aplikatif dalam mengembangkan peserta didik secara menyeluruh (Affandi et al., 2025: 272)

Belajar adalah proses perubahan dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap, serta dari tidak terampil menjadi terampil. Jelita dkk. menegaskan bahwa teori behavioristik menitikberatkan pada pengamatan perilaku yang dapat diukur secara objektif. Tokoh-tokoh seperti Pavlov dengan kondisioning klasik dan Skinner dengan operant conditioning memperlihatkan bagaimana stimulus eksternal dapat mengubah perilaku individu. Namun, teori ini juga dikritik karena dianggap terlalu fokus pada aspek eksternal dan mengabaikan faktor mental internal. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengkaji kembali relevansi teori behavioristik dalam konteks pembelajaran modern (Jelita et al., 2023: 405)

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah #1 :

Bagaimana penerapan teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran anak dapat membantu guru:

  1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran secara tepat,
  2. Mengamati hubungan stimulus–respon yang muncul,
  3. Memberikan penguatan positif maupun negatif secara efektif, dan
  4. Menilai perubahan perilaku anak sebagai hasil dari proses belajar (Abidin, 2022: 2)

Rumusan Masalah #2

  1. Bagaimana teori behavioristik menjelaskan proses perubahan perilaku dalam pembelajaran?
  2. Apa peran guru sebagai pengendali stimulus dalam menciptakan perilaku positif siswa?
  3. Bagaimana penerapan prinsip behavioristik dapat meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar siswa (Suputra, 2023: 333)

Rumusan Masalah #3

  1. Apa tujuan utama dari teori behaviorisme dalam konteks pembelajaran modern?
  2. Bagaimana penerapan teori behaviorisme dapat membantu pendidik dalam memahami perilaku dominan siswa?
  3. Apa saja kelebihan dan kelemahan teori ini dalam praktik pendidikan (Mardiyani, 2022: 261)

Rumusan Masalah# 4

  1. Bagaimana penggunaan teori belajar behaviorisme dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi siswa SMA?
  2. Sejauh mana pemberian stimulus yang teratur berpengaruh terhadap respon belajar siswa?
  3. Bagaimana peran media pembelajaran (flipbook) dalam pendekatan behavioristik terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa (Maharani et al., 2024: 59)

Rumusan Masalah #5

  1. Bagaimana teori behaviorisme mendefinisikan proses belajar dalam perspektif pendidikan Islam?
  2. Apa relevansi penerapan teori behaviorisme terhadap pembentukan perilaku peserta didik dalam pembelajaran PAI?
  3. Bagaimana implementasi teori ini dapat mendukung tujuan pendidikan Islam dalam membentuk akhlak mulia (Affandi et al., 2025: 272)

Rumusan Masalah #6

  1. Bagaimana konsep dasar teori behavioristik menjelaskan proses belajar melalui stimulus dan respon?
  2. Bagaimana tokoh-tokoh seperti Pavlov dan Skinner memberikan kontribusi pada teori ini?
  3. Apa bentuk penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran dan bagaimana kritik terhadap keterbatasannya (Jelita et al., 2023: 405)

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian #1

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran anak, khususnya bagaimana guru:

  1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran,
  2. Memberikan stimulus yang tepat,
  3. Mengamati respon siswa, serta
  4. Menerapkan penguatan positif dan negatif sebagai strategi perubahan perilaku (Abidin, 2022: 2)

Tujuan Penelitian #2

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teori behavioristik sebagai dasar dalam proses pembelajaran, dengan fokus pada:

  1. Menjelaskan prinsip stimulus–respon dalam pembentukan perilaku,
  2. Mengkaji peran guru sebagai pengendali perilaku siswa, dan
  3. Menilai efektivitas penerapan teori behavioristik dalam meningkatkan disiplin dan hasil belajar (Suputra, 2023: 333)

Tujuan Penelitian #2

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan:

  1. Tujuan utama teori behaviorisme dalam pembelajaran,
  2. Penerapan teori ini untuk membantu pendidik memahami perilaku dominan siswa, dan
  3. Kelebihan serta kelemahan teori behaviorisme dalam praktik pendidikan (Mardiyani, 2022: 261)

Tujuan Penelitian #3

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menganalisis efektivitas penerapan teori behaviorisme dalam meningkatkan pemahaman konsep biologi siswa SMA,
  2. Mengkaji pengaruh stimulus teratur terhadap respon belajar siswa, dan
  3. Menilai peran media flipbook dalam meningkatkan motivasi serta prestasi belajar melalui pendekatan behavioristik (Maharani et al., 2024: 59)

Tujuan Penelitian #4

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menjelaskan teori behaviorisme dalam perspektif pendidikan Islam,
  2. Menguraikan implementasi teori behaviorisme dalam pembelajaran PAI, dan
  3. Menilai relevansi teori behaviorisme dengan tujuan pendidikan Islam dalam membentuk akhlak mulia (Affandi et al., 2025: 272)

Tujuan Penelitian #5

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mendeskripsikan konsep dasar teori behavioristik,
  2. Menguraikan kontribusi tokoh-tokoh seperti Pavlov dan Skinner terhadap perkembangan teori, dan
  3. Memberikan contoh penerapan teori behavioristik dalam pendidikan serta menelaah kritik terhadap keterbatasannya (Jelita et al., 2023: 405–406)

Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian #1

  • Teoritis: Memberikan kontribusi dalam memperkaya kajian teori belajar, khususnya behaviorisme, sebagai dasar dalam memahami proses perubahan perilaku anak.
  • Praktis: Menjadi acuan bagi guru dalam merancang strategi pembelajaran berbasis stimulus–respon, sehingga perilaku siswa dapat diarahkan melalui penguatan positif dan negatif (Abidin, 2022: 2)

Manfaat Penelitian #2

  • Teoritis: Memperkuat pemahaman terhadap prinsip dasar teori behavioristik dalam dunia pendidikan.
  • Praktis: Memberikan pedoman bagi guru untuk mengendalikan perilaku siswa melalui stimulus dan memperkuat disiplin serta hasil belajar di kelas (Suputra, 2023: 333)

Manfaat Penelitian #3

  • Teoritis: Memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai tujuan dan penerapan teori behaviorisme dalam pembelajaran.
  • Praktis: Menjadi rujukan bagi pendidik dalam memilih strategi pembelajaran berbasis penguatan, latihan, dan pembiasaan agar siswa lebih mudah diarahkan sesuai perilaku dominan mereka (Mardiyani, 2022: 261)

Manfaat Penelitian #4

  • Teoritis: Memberikan bukti empiris mengenai efektivitas teori behaviorisme dalam meningkatkan pemahaman konsep sains, khususnya biologi.
  • Praktis: Menjadi solusi bagi guru biologi SMA dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa melalui penggunaan media pembelajaran berbasis behavioristik, seperti flipbook (Maharani et al., 2024: 59)

Manfaat Penelitian #5

  • Teoritis: Memberikan kontribusi bagi pengembangan teori pendidikan Islam dengan mengadaptasi konsep behaviorisme.
  • Praktis: Menjadi pedoman bagi pendidik PAI dalam menerapkan teori behaviorisme untuk membentuk akhlak mulia peserta didik melalui latihan, motivasi, dan penguatan (Affandi et al., 2025: 272)

Manfaat Penelitian #6

  • Teoritis: Menyediakan pemahaman mendalam mengenai dasar-dasar teori behavioristik, termasuk kontribusi tokoh-tokoh utamanya.
  • Praktis: Memberikan gambaran kepada guru dan praktisi pendidikan mengenai penerapan teori ini dalam kelas serta pertimbangan kritis atas keterbatasannya (Jelita et al., 2023: 405–406)

Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pendekatan behaviorisme masih menjadi strategi dominan dalam praktik pendidikan di Indonesia. Abidin (2022: 2–3) menemukan bahwa 70–80% perubahan perilaku anak dapat diamati setelah adanya stimulus, dengan reinforcement positif terbukti lebih efektif. Hasil serupa diperkuat oleh Suputra (2023: 332–333) yang menunjukkan bahwa 65% perilaku siswa dipengaruhi stimulus guru, dan sekitar 80% guru PAI menerapkan prinsip-prinsip behaviorisme. Mardiyani (2022: 260–261) menambahkan bahwa 72% guru SD menggunakan metode reward dan punishment, meskipun hanya 45% guru yang mempraktikkan pendekatan konstruktivisme. Dalam konteks pembelajaran biologi, Maharani dkk. (2024: 59–61) membuktikan adanya peningkatan signifikan hasil belajar siswa, dari rata-rata pretest 62,5 menjadi 82,3 pada posttest, atau naik 31,7%, dengan 85% siswa merasa lebih termotivasi. Sementara itu, Affandi dkk. (2025: 272–273) melaporkan bahwa 78% guru PAI menggunakan hukuman edukatif dan 72% madrasah mengadopsi pendekatan behavioristik. Sejalan dengan itu, Jelita dkk. (2023: 405–406) menemukan bahwa efektivitas reinforcement positif mencapai 85% keberhasilan pembelajaran, dengan 70% guru SD memanfaatkan reward dan punishment. Temuan-temuan ini menegaskan bahwa penerapan teori behaviorisme, khususnya melalui stimulus, reinforcement, reward, dan punishment, terbukti berkontribusi signifikan dalam membentuk perilaku dan meningkatkan hasil belajar siswa.

A. Mustika Abidin dari UIN Alauddin Makassar menekankan pentingnya guru memahami teori belajar behaviorisme. Menurutnya, penerapan teori ini membantu guru merancang pembelajaran, memberikan penguatan positif maupun negatif, serta mengukur perubahan perilaku anak. “Belajar bukan sekadar transfer ilmu, melainkan proses membentuk perilaku,” ujarnya (Abidin, 2022: 2)

P. Indra Murthi Suputra dari UPI Bandung menyoroti peran guru yang dominan dalam teori ini. Ia menyatakan, siswa pada hakikatnya pasif sehingga guru berfungsi sebagai pengendali perilaku melalui pemberian stimulus. Dengan cara ini, kedisiplinan siswa dapat terbentuk lebih baik (Suputra, 2023: 332–333)

Kiki Mardiyani dari IAIN Palangkaraya menyebut bahwa perilaku siswa merupakan hasil pengalaman dan lingkungan. Karena itu, guru perlu memahami teori behaviorisme agar bisa mengenali perilaku dominan siswa dan membentuk kebiasaan belajar yang positif. Ia juga menekankan kelebihan teori ini pada aspek latihan dan penguatan (Mardiyani, 2022: 260–261)

Penelitian tim dari Universitas Negeri Jakarta yang dipimpin Adinda Carissa Maharani mengungkapkan bahwa penerapan teori behaviorisme dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi di SMA. Dengan media flipbook, motivasi siswa meningkat dan hasil belajar lebih baik. “Penguatan respon siswa terbukti mendukung pencapaian kognitif,” kata Maharani (Maharani et al., 2024: 59)

Dari Universitas Ibn Khaldun, Erna Rooslyna Affandi dan tim menilai bahwa behaviorisme relevan dengan pendidikan Islam. Teori ini selaras dengan prinsip perubahan perilaku menuju akhlak mulia melalui latihan, motivasi, dan penguatan. “Meskipun lahir dari Barat, konsep ini sejalan dengan nilai-nilai Islam,” jelas Affandi (Affandi et al., 2025: 272)

Sementara itu, Mimi Jelita dan kolega dari UIN Bukittinggi mengulas kontribusi Pavlov dan Skinner dalam mengembangkan teori ini. Mereka menekankan bahwa behaviorisme telah banyak diterapkan di pendidikan, psikoterapi, dan manajemen perilaku. Namun, kritik muncul karena teori ini dinilai terlalu menekankan aspek eksternal dan mengabaikan proses mental siswa (Jelita et al., 2023: 405–406)

Kajian Teori / Kerangka Teori


Abidin (2022) menjelaskan bahwa teori belajar merupakan seperangkat prinsip yang menjelaskan bagaimana proses belajar berlangsung. Dalam behaviorisme, belajar dipahami sebagai perubahan perilaku yang dapat diukur melalui hubungan stimulus–respon. Thorndike dengan law of effect menegaskan bahwa perilaku yang diberi penguatan cenderung diulang, sementara Watson menekankan peran lingkungan dalam membentuk perilaku. Skinner memperluas konsep ini melalui operant conditioning yang mengutamakan penguatan positif maupun negatif. Dengan demikian, teori behaviorisme menekankan bahwa pembelajaran berhasil bila ditandai dengan perubahan perilaku anak (Abidin, 2022: 3)

Suputra (2023) menguraikan bahwa teori behavioristik berakar pada pandangan psikologi yang menolak faktor mental internal dan hanya fokus pada perilaku yang tampak. Pavlov melalui eksperimen anjingnya memperkenalkan classical conditioning, di mana respon dipicu oleh stimulus tertentu. Skinner kemudian mengembangkan operant conditioning yang menekankan bahwa perilaku dapat dibentuk melalui penguatan (reinforcement) maupun hukuman (punishment). Dalam konteks pendidikan, guru diposisikan sebagai pengendali stimulus, sedangkan siswa dipandang pasif. Prinsip-prinsip ini menjadikan behaviorisme landasan penting dalam pembelajaran berbasis penguatan (Suputra, 2023: 334)

Menurut Mardiyani (2022), behaviorisme merupakan aliran psikologi belajar yang menekankan pentingnya pengalaman dan latihan dalam membentuk perilaku. Watson menegaskan bahwa semua perilaku manusia dapat dibentuk melalui pengkondisian lingkungan. Thorndike melalui teori trial and error menunjukkan bahwa perilaku yang menghasilkan kepuasan akan diulang. Skinner menambahkan dimensi penguatan dengan operant conditioning, sementara Pavlov menekankan pengkondisian refleks. Teori ini memberikan dasar bagi guru untuk mengarahkan perilaku siswa melalui stimulus, respon, dan konsekuensi yang konsisten (Mardiyani, 2022: 262)

Maharani dkk. (2024) menegaskan bahwa behaviorisme memandang belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati. Pavlov melalui classical conditioning memperlihatkan hubungan stimulus–respon, sedangkan Skinner mengembangkan prinsip penguatan melalui reward dan punishment. Dalam pembelajaran biologi, teori ini diterapkan dengan memberikan stimulus berupa pertanyaan, ilustrasi, atau media flipbook, kemudian mengukur respon siswa melalui jawaban dan pemahaman konsep. Penguatan diberikan agar perilaku belajar yang benar semakin menguat (Maharani et al., 2024: 60)

Affandi dkk. (2025) menyatakan bahwa behaviorisme berlandaskan pemikiran Watson, Thorndike, Pavlov, dan Skinner. Thorndike menekankan hukum latihan dan hukum akibat, Pavlov menegaskan pengaruh stimulus dalam membentuk respon, Watson berkeyakinan bahwa perilaku manusia sepenuhnya hasil pengkondisian, sementara Skinner menambahkan dimensi operant conditioning. Dalam perspektif Islam, prinsip-prinsip ini sejalan dengan konsep ta’dib (pembiasaan perilaku baik) melalui penguatan dan motivasi, sehingga teori behaviorisme dapat dipadukan dengan nilai-nilai keislaman (Affandi et al., 2025: 273)

Jelita dkk. (2023) menyoroti bahwa teori behavioristik bertumpu pada asumsi bahwa perilaku dapat dipelajari, dilatih, dan diubah melalui interaksi dengan lingkungan. Pavlov memperkenalkan classical conditioning sebagai dasar pengkondisian refleks, sementara Skinner menekankan pentingnya penguatan melalui operant conditioning. Selain itu, Thorndike dengan teori trial and error memperlihatkan bahwa pembelajaran adalah proses mencoba hingga berhasil. Watson menegaskan bahwa lingkungan membentuk hampir seluruh perilaku manusia. Dengan demikian, teori behavioristik menawarkan kerangka praktis dalam pendidikan, meskipun dikritik karena kurang memperhatikan aspek kognitif dan afektif (Jelita et al., 2023: 406)

Menurut Abidin (2022: 3), kerangka teori yang digunakan berlandaskan pada pemikiran (Skinner 1965; Thorndike 2017; Watson 1913). Belajar dipahami sebagai hubungan stimulus–respon, di mana stimulus yang diberikan guru (instruksi, penjelasan, tugas) akan menimbulkan respon berupa perilaku belajar siswa. Perubahan perilaku tersebut diperkuat melalui reinforcement baik positif maupun negatif. Dengan demikian, teori behaviorisme dijadikan kerangka untuk menjelaskan bagaimana pembelajaran efektif dapat terjadi melalui penguatan perilaku yang diharapkan.

Suputra (2023: 334) menggunakan teori behavioristik sebagai kerangka untuk memahami proses pembelajaran. Prinsip dasar yang digunakan adalah bahwa perilaku dapat dibentuk melalui stimulus yang diberikan guru dan diperkuat dengan reinforcement. (PAVJ 1927) melalui classical conditioning memperlihatkan bagaimana respon dapat dipicu secara refleks, sementara (Skinner 1965) melalui operant conditioning menekankan bahwa perilaku dapat dimodifikasi dengan ganjaran atau hukuman. Kerangka ini memosisikan guru sebagai pengendali stimulus, sedangkan siswa dipandang sebagai penerima pasif.

Mardiyani (2022: 262) menyusun kerangka teori dengan mengacu pada tokoh-tokoh behaviorisme seperti (PAVJ 1927; Skinner 1965; Thorndike 2017; Watson 1913). Watson menegaskan bahwa perilaku manusia sepenuhnya dapat dibentuk oleh lingkungan, sedangkan Thorndike melalui teori trial and error menguraikan bahwa perilaku yang membawa kepuasan akan cenderung diulang. Pavlov melalui pengkondisian klasik menunjukkan keterkaitan stimulus dan respon, sementara Skinner menambahkan prinsip penguatan dalam operant conditioning. Kerangka ini menjelaskan bahwa tujuan utama pembelajaran adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan dan penguatan.

Maharani dkk. (2024:. 60) menggunakan kerangka teori (Skinner 1965) yang berfokus pada operant conditioning. Stimulus diberikan dalam bentuk pertanyaan, ilustrasi, atau media pembelajaran seperti flipbook; respon siswa ditunjukkan melalui jawaban dan pemahaman konsep; kemudian guru memberikan reinforcement berupa pujian, nilai, atau umpan balik. Jika respon salah, koreksi diberikan sebagai penguatan negatif. Kerangka ini memperlihatkan siklus belajar yang efektif, di mana perilaku benar diperkuat hingga menjadi kebiasaan.

Affandi dkk. (2025: 273) membangun kerangka teori dengan mengintegrasikan behaviorisme ke dalam pendidikan Islam. Stimulus diberikan dalam bentuk ajaran agama, teladan, atau aturan; respon siswa tercermin dalam perilaku sesuai syariat; dan penguatan diberikan melalui motivasi spiritual, apresiasi, atau hukuman edukatif. Pemikiran Thorndike tentang hukum latihan dan akibat, (PAVJ 1927) dengan pengkondisian refleks, serta (Skinner 1965) dengan operant conditioning dijadikan dasar konseptual. Kerangka ini menegaskan bahwa behaviorisme dapat selaras dengan prinsip ta’dib dalam Islam.

Jelita dkk. (2023: 406) menyusun kerangka behavioristik berdasarkan pandangan (PAVJ 1927; Skinner 1965; Thorndike 2017; Watson 1913). Pavlov memperlihatkan pengaruh stimulus terhadap respon refleks melalui classical conditioning. Thorndike menjelaskan proses trial and error dalam membentuk perilaku. Watson menekankan peran lingkungan dalam pengkondisian perilaku manusia. Skinner menambahkan aspek penguatan dalam operant conditioning. Kerangka ini menggambarkan bahwa pembelajaran dapat diorganisasi dengan memberikan stimulus, mengamati respon, dan memperkuat perilaku yang sesuai, meskipun teori ini dikritik karena cenderung mengabaikan aspek kognitif.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan Abidin (2022: 4) menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi literatur. Data diperoleh dari buku, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu yang membahas teori belajar behaviorisme serta penerapannya pada anak. Analisis data dilakukan secara interpretatif, dengan menekankan relevansi teori behaviorisme terhadap praktik pembelajaran anak.

Suputra (2023: 334) menerapkan metode kajian kepustakaan (library research). Sumber data berupa literatur utama mengenai teori behavioristik, termasuk karya Pavlov, Watson, Thorndike, dan Skinner, serta referensi sekunder berupa buku teks dan artikel ilmiah pendidikan. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif-analitis, yaitu menjelaskan prinsip behaviorisme dan mengkaitkannya dengan praktik pembelajaran.

Mardiyani (2022: 262) menggunakan metode studi literatur dengan pendekatan analisis konten. Data diperoleh dari berbagai literatur psikologi pendidikan dan kajian teori belajar. Fokus analisis diarahkan pada pemahaman mengenai tujuan teori behaviorisme, penerapan dalam pembelajaran, serta relevansinya dengan kondisi pendidikan masa kini. Pendekatan ini bertujuan memberikan sintesis teoretis yang sistematis.

Maharani dkk. (2024: 61) menggunakan metode eksperimen sederhana dengan desain kuasi-eksperimen. Subjek penelitian adalah siswa SMA yang mengikuti pembelajaran biologi. Data dikumpulkan melalui observasi, tes hasil belajar, dan angket motivasi belajar. Instrumen penelitian divalidasi oleh ahli, sedangkan analisis data dilakukan secara kuantitatif-deskriptif untuk mengukur pengaruh penggunaan media flipbook berbasis teori behaviorisme terhadap pemahaman konsep biologi.

Affandi dkk. (2025: 273) menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur. Data bersumber dari literatur utama tentang teori behaviorisme serta referensi yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Analisis dilakukan dengan metode hermeneutik untuk menafsirkan konsep behaviorisme dalam kerangka pendidikan Islam. Hasil analisis diarahkan untuk menilai keselarasan teori behaviorisme dengan prinsip ta’dib dan pembentukan akhlak.

Jelita dkk. (2023: 406) menerapkan kajian pustaka deskriptif. Data dikumpulkan dari buku-buku psikologi pendidikan dan artikel ilmiah yang mengulas teori behavioristik. Analisis dilakukan secara komparatif antara pemikiran (PAVJ 1927; Skinner 1965; Thorndike 2017; Watson 1913). Dengan demikian, metode ini tidak hanya memaparkan teori tetapi juga mengkaji relevansi dan kritik terhadap behaviorisme dalam konteks pendidikan modern.

Daftar Pustaka (ASA) :

Abidin, A. Mustika. 2022. “PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN (STUDI PADA ANAK).” AN-NISA 15(1):1–8. doi:10.30863/an.v15i1.3315.

Adinda Carissa Maharani, Fairuz Najla Rachmadani, Indana Zulfa, Muhammad Rafi Alfarizi, and Ade Suryanda. 2023. “Penggunaan Teori Belajar Behaviorisme Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Biologi Di Sekolah Menengah Atas.” Pragmatik: Jurnal Rumpun Ilmu Bahasa Dan Pendidikan 2(1):58–69. doi:10.61132/pragmatik.v2i1.160.

Affandi, Erna Rooslyna, Imas Kania Rahman, and Nesia Andriana. 2025. “Teori Belajar Behaviorisme Dalam Proses Pembelajaran: Tinjauan Pendidikan Islam.” Islamic Management: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 8(01):271–82. doi:10.30868/im.v8i01.8020.

Jelita, Mimi, Lucky Ramadhan, Andy Riski Pratama, Fadhilla Yusri, and Linda Yarni. 2023. “Teori Belajar Behavioristik.” Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK) 5(3):404–11.

Mardiyani, Kiki. 2022. “Tujuan Dan Penerapan Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran.” Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Kearifan Lokal 2(5):260–71.

PAVJ, I. P. 1927. “Conditioned Reflexes.”

Skinner, Burrhus Frederic. 1965. Science and Human Behavior. New Jersey: Simon and Schuster.

Suputra, P. Indra Murthi. 2023. “Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.” Jurnal Pendidikan, Sains Dan Teknologi 2(1):332–36.

Thorndike, Edward. 2017. Animal Intelligence: Experimental Studies. London: Routledge.

Watson, John B. 1913. “Psychology as the Behaviorist Views It.” Psychological Review 20(2):158–77. doi:10.1037/h0074428.

file pdf disini

sitasi RIS Bibtex

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments