Pengertian Feminisme
Feminisme dalam Islam tidak menyetujui setiap konsep atau pandangan yang ingin menempatkan Perempuan sebagai lawan laki-laki. Di sisi lain, feminisme tetap berupaya untuk memperjuangkan hak-hak kesetaraan perempuan dengan laki-laki, yang terabaikan di kalangan tradisional konservatif, yang menganggap perempuan sebagai sub ordinat laki-laki. Dengan demikian, feminisme Islam melangkah dengan menengahi kelompok tradisional-konservatif di satu pihak dan pro feminisme modern dipihak lain (Suryorini, 2012:24)
(Baidowi 2024, 33) Bermula dari kesadaran akan subordinasi dan ketertindasan perempuan oleh sistem yang patriarki inilah muncul kajian tentang perempuan yang kemudian dikenal dengan istilah “feminisme”. Secara historis, sesungguhnya feminisme merupakan wacana yang masih relatif baru dalam sejarah pemikiran manusia.
Kata feminisme berasal dari bahasa latin, femina yang berarti perempuan yaitu penekanan terhadap kualitas perempuan, istilah ini mulanya digunakan terutama sebagai referensi tentang persamaan seks dalam gerakan pembebasan perempuan, pada prinsipnya gerakan ini memperjuangkan persamaan hak antara manusia tanpa membedakan jenis kelamin mereka (Mulia, 2003:56).
Menurut David Jary dan Julia Jary dalam (Baidowi 2024, 39), feminisme dipahami sebagai teori sekaligus praktik sosial-politik yang memiliki tujuan membebaskan perempuan dari dominasi serta eksploitasi laki-laki.
Setiap upaya untuk membebaskan perempuan dari supremasi dan eksploitasi oleh laki-laki bisa disebutkan dengan feminisme dan juga setiap orang yang berupaya membebaskan diskriminasi terhadap hak-hak perempuan dan juga dominasi laki-laki terhadap perempuan maka disebut dengan kaum feminis sekalipun dia laki-laki atau Perempuan (Harahap, 2018:735).
Dalam studi gender, terdapat satu teori yang paling populer di kalangan para penggiat gender, yaitu teori Feminis yang secara khusus menyoroti kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat, teori ini berusaha menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip jender. Untuk membedakan peran jender laki-laki dan perempuan secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok sebagai berikut (Umar, 1999:64-68):
1. Feminisme liberal
Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller, Harriet Martineau, Angelina Grimke. Dasar pemikiran aliran ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal ini diinspirasi oleh prinsip-prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususan-kekhususan. Secara ontologis keduanya sama, hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan. Meskipun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak persamaan secara menyeluruh anak laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal, terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi, Kelompok ini termasuk paling moderat di antara kelompok feminis. Mereka beranggapan tidak harus dilakukan perubahan struktur secara menyeluruh, cukup melibatkan perempuan di berbagai peran, seperti peran sosial, politik dan ekonomi. Organ reproduksi bukan penghalang terhadap peran-peran tersebut.
2. Feminisme Marxis-Sosialis.
Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan beberapa tokoh, di antaranya Clara Zetkin dan Rosa Luxmburg. Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan bahwa faktor ketimpangan peran antara dua jenis kelamin disebabkan oleh faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan tradisional bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Feminis sosial beranggapan bahwa ketimpangan gender di dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam lingkungan rumah tangga artinya istri mempunyai ketergantungan lebih tinggi pada suami daripada sebaliknya.
3. Feminisme Radikal
Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar, menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan yang selama ini dianggap merugikan perempuan dan menguntungkan laki-laki. Lebih dari itu diantara aliran ini ada yang lebih ekstrem, tidak hanya menuntut persamaan hak dengan laki-laki tetapi juga persamaan “seks” dalam artian mentolerir praktik lesbian. Aliran ini banyak mendapat tantangan luas, baik dari kalangan sosiolog maupun dari kalangan feminis itu sendiri.
Intinya dari ketiga aliran ini adalah berupaya memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan status dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan gender di dalam Masyarakat (Harahap 2018, 739–40).
Daftar Pustaka (APSA) :
Baidowi, Ahmad. 2024. Memandang Perempuan: Bagaimana Al-Quran Dan Penafsir Modern Menghormati Kaum Hawa? Bandung: Marja.
Harahap, Muhammad Yunan. 2018. “STUDI GENDER DALAM ISLAM.” Jurnal Ilmiah Al-Hadi 3(2): 733–733. doi:10.54248/alhadi.v3i2.359.
Mulia, Siti Musdah. 2003. “Al-Ibrah: Jurnal Studi Islam.” Medan: Pesantren Raudhatul Hasanah.
Suryorini, Ariana. 2012. “MENELAAH FEMINISME DALAM ISLAM.” Sawwa: Jurnal Studi Gender 7(2): 21–21. doi:10.21580/sa.v7i2.647.
Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif al Qurʼân. Jakarta: Paramadina.
Downlod file pdf disini
