Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan isu strategis yang terus menjadi perhatian dalam kajian kebijakan publik, hukum, keamanan, dan tata kelola institusi negara. Sejak era reformasi 1998, proses reformasi Polri mengalami pasang surut, baik dalam aspek kelembagaan, profesionalisme, hingga akuntabilitas publik. Dalam dekade terakhir (2015–2025), meningkatnya tantangan terhadap integritas dan transparansi Polri, terutama di tengah dinamika politik, sosial, dan teknologi informasi, mendorong berkembangnya diskursus akademik yang semakin intensif terhadap isu ini.
Untuk memahami bagaimana reformasi Polri dikaji dalam ranah akademik terkhusus di Indonesia, penelitian ini melakukan analisis bibliometrik terhadap publikasi ilmiah dengan topik utama “reformasi Polri”. Data dikumpulkan melalui basis data Google Scholar, yang mencakup beragam jenis publikasi ilmiah, termasuk artikel jurnal, prosiding, dan laporan penelitian. Dari hasil pencarian selama rentang waktu sepuluh tahun terakhir (2015–2025), dengan kata kunci reformasi polri, ditemukan 168 dokumen yang memuat tema relevan. Selanjutnya, dilakukan proses seleksi berbasis relevansi topik dan jumlah sitasi, sehingga diperoleh 41 publikasi yang paling menonjol dan representatif untuk dianalisis lebih lanjut.
Network Visualization Reformasi Polri

Hasil visualisasi jaringan (network visualization) menunjukkan bahwa kata kunci “Polri” menempati posisi sebagai simpul pusat dengan tingkat keterhubungan paling dominan dalam lanskap penelitian. Dari titik sentral ini, terbentuk sejumlah cluster tematik yang merepresentasikan arah dan fokus kajian akademik mengenai reformasi institusi kepolisian di Indonesia selama satu dekade terakhir. Setiap klaster mencerminkan pendekatan dan sudut pandang yang berbeda terhadap proses reformasi Polri, baik dari sisi struktural, kultural, hingga operasional.
1. Cluster Reformasi Politik dan Demokrasi (Biru)
Cluster ini dihuni oleh kata kunci seperti reformasi, demokrasi, komunikasi politik, birokrasi, polisi, dan Kompolnas, yang terhubung secara erat. Kehadiran elemen-elemen ini menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada keterkaitan antara reformasi kepolisian dan dinamika demokratisasi pasca-1998. Kajian dalam cluster ini mengeksplorasi peran Polri dalam konteks sistem politik yang berubah, termasuk adaptasi birokrasi kepolisian terhadap prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, serta pentingnya pengawasan eksternal seperti oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
2. Cluster Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik (Hijau)
Cluster ini menyoroti aspek transformasi birokrasi Polri melalui kata kunci seperti reformasi birokrasi, pelayanan publik, kepolisian, sumber daya manusia, dan kualitas layanan. Penelitian dalam area ini banyak membahas bagaimana institusi Polri menjalankan reformasi administratif guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat. Isu-isu seperti tata kelola organisasi, peningkatan kapasitas personel, dan modernisasi sistem menjadi perhatian utama. Fokus ini sejalan dengan dorongan untuk memperkuat Polri sebagai institusi sipil yang melayani, bukan semata-mata sebagai aparat penegak hukum.
3. Cluster Budaya Organisasi, Pendekatan Humanis, dan Polri Presisi (Merah)
Dalam cluster ini, kata kunci seperti Indonesian police, presisi, cultural, humanist, civil, dan culture membentuk satu jejaring yang menggambarkan perubahan paradigma kepolisian dari pendekatan koersif ke pendekatan humanis. Kehadiran kata “presisi” merujuk pada program reformasi yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menekankan profesionalisme, modernisasi teknologi, dan pelayanan berbasis data. Kajian dalam klaster ini menunjukkan adanya perhatian akademik terhadap pembentukan identitas kelembagaan baru yang lebih adaptif, humanis, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat sipil.
4. Cluster Implementasi Kebijakan dan Tantangan Praktis (Kuning)
Cluster ini diisi oleh kata kunci seperti implementasi, unjuk rasa, serta faktor pendukung dan penghambat, yang mengindikasikan fokus kajian terhadap proses penerapan kebijakan reformasi di lapangan. Penelitian-penelitian dalam klaster ini banyak mengevaluasi bagaimana kebijakan reformasi diterapkan dalam praktik, serta tantangan struktural maupun kultural yang dihadapi, khususnya dalam merespons dinamika sosial seperti demonstrasi dan ketegangan antara aparat dan warga sipil. Kajian ini memberikan gambaran konkret tentang kesenjangan antara desain kebijakan dan realitas implementasi di lapangan.
5. Cluster Isu Spesifik (Ungu)
Selain empat cluster utama, muncul pula jaringan kecil yang menyoroti isu sektoral tertentu, seperti narkotika. Keberadaan simpul ini mengindikasikan bahwa reformasi Polri juga dikaji dalam konteks penanganan kejahatan spesifik yang menjadi perhatian publik dan media. Hal ini membuka ruang bagi pengembangan studi yang lebih tematik dan mendalam terkait reformasi dalam unit-unit kerja khusus di lingkungan Polri.
Secara keseluruhan, struktur jaringan penelitian reformasi Polri membentuk tiga orientasi besar:
- Reformasi struktural dan politik, yang menyoroti relasi Polri dengan demokrasi, pengawasan eksternal, dan sistem birokrasi negara.
- Modernisasi kelembagaan dan peningkatan pelayanan publik, yang mencakup reformasi internal, manajemen SDM, dan kualitas institusional.
- Transformasi kultural dan pembentukan identitas kelembagaan baru, melalui pendekatan humanis dan implementasi konsep Polri Presisi.
Di luar itu, isu implementasi kebijakan, serta respons terhadap dinamika sosial seperti unjuk rasa, turut menjadi perhatian, begitu pula kajian sektoral seperti penanggulangan narkotika. Temuan ini menunjukkan bahwa wacana reformasi Polri dalam ranah akademik bersifat multidimensional, mencakup aspek struktural, kultural, hingga operasional, yang saling berkelindan dalam dinamika kelembagaan kepolisian di Indonesia.
Overlay Visualization Reformasi Polri

Hasil overlay visualization menyajikan dimensi temporal dalam penelitian bertema reformasi Polri selama kurun waktu 2015–2025. Visualisasi ini menggambarkan perkembangan topik penelitian berdasarkan gradasi warna: biru menunjukkan tema-tema yang lebih awal (sekitar 2016–2018), hijau merepresentasikan periode transisi atau menengah (2019–2021), dan kuning menunjukkan isu-isu yang paling mutakhir (2022–2024). Melalui pendekatan ini, dapat ditelusuri bagaimana fokus kajian akademik terhadap institusi Polri mengalami perubahan dan pergeseran dalam satu dekade terakhir.
1. Tema Awal (2016–2018 – Warna Biru hingga Ungu)
Pada fase awal, penelitian didominasi oleh tema-tema seperti demokrasi, komunikasi politik, birokrasi, dan Indonesian police. Fokus utama kajian berada pada posisi Polri dalam konteks transisi politik pasca-reformasi 1998. Penelitian menyoroti peran Polri dalam sistem demokrasi, tantangan birokratis yang dihadapi, serta dinamika hubungan antara kepolisian dan aktor politik lainnya. Narasi besar pada periode ini masih bersifat makro-struktural, dengan perhatian pada integrasi Polri dalam tata kelola negara demokratis.
2. Periode Menengah (2019–2021 – Warna Biru Muda hingga Hijau)
Memasuki periode menengah, muncul tema-tema baru seperti cultural, humanist, civil, dan culture. Kajian mulai bergeser dari isu politik makro menuju pendekatan kultural dan identitas kelembagaan. Polri dilihat sebagai institusi yang sedang membangun ulang citranya sebagai polisi sipil yang humanis dan berorientasi pada masyarakat. Penelitian pada fase ini banyak menelaah budaya organisasi, nilai-nilai humanisme dalam praktik kepolisian, serta upaya internalisasi paradigma pelayanan dalam struktur dan kultur Polri.
3. Tema Kontemporer (2022–2024 – Warna Hijau hingga Kuning)
Dalam periode paling mutakhir, topik-topik seperti reformasi birokrasi, pelayanan publik, sumber daya manusia Polri, kendala peningkatan kualitas, dan kepolisian mulai menonjol. Fokus penelitian terkini menunjukkan pergeseran yang semakin konkret ke arah efisiensi tata kelola internal, peningkatan mutu layanan publik, serta penguatan kapasitas sumber daya manusia sebagai fondasi utama reformasi kelembagaan. Selain itu, kemunculan kata kunci presisi menandai integrasi arah kebijakan baru Polri, yakni Polri Presisi, yang menekankan profesionalisme, pemanfaatan teknologi, serta pendekatan yang adaptif dan humanis dalam menjalankan tugas kepolisian.
Secara umum, analisis overlay visualization memperlihatkan bahwa fokus penelitian mengenai reformasi Polri mengalami evolusi bertahap, yang dapat dirangkum dalam tiga fase utama:
- Fase politik dan demokratisasi awal (2016–2018), ketika perhatian tertuju pada posisi Polri dalam sistem demokrasi dan reformasi politik.
- Fase transisi kultural dan identitas sipil (2019–2021), di mana kajian mulai mengarah pada perubahan paradigma kelembagaan dan pendekatan humanis.
- Fase birokratis dan orientasi pelayanan publik (2022–2024), yang menunjukkan peningkatan perhatian pada tata kelola modern, efisiensi kelembagaan, dan penguatan SDM Polri.
Perkembangan ini mencerminkan bahwa studi akademik tentang reformasi Polri semakin mengarah pada isu-isu implementatif dan kelembagaan yang konkret, sejalan dengan kebutuhan reformasi institusional yang adaptif terhadap tuntutan masyarakat modern.
Density Visualization Reformasi Polri

Visualisasi kepadatan (density visualization) memberikan gambaran mengenai intensitas atau konsentrasi penelitian pada tema-tema tertentu dalam diskursus akademik mengenai reformasi Polri. Dalam peta ini, warna kuning menandakan area dengan konsentrasi penelitian tertinggi (hotspot), sementara warna hijau hingga biru menunjukkan tingkat kepadatan yang lebih rendah. Berdasarkan hasil visualisasi, teridentifikasi sejumlah area utama yang menjadi fokus perhatian akademik dalam satu dekade terakhir.
1. Hotspot Utama: Polri sebagai Simpul Pusat
Kata kunci Polri berada di area paling terang (kuning menyala), yang menunjukkan bahwa tema ini merupakan pusat gravitasi dalam lanskap kajian akademik. Hampir seluruh topik lain terkoneksi secara langsung maupun tidak langsung dengan Polri sebagai institusi sentral. Di sekitar simpul ini, muncul pula tema seperti narkotika, meskipun dengan intensitas yang lebih rendah, menandakan adanya perhatian pada isu sektoral dalam konteks reformasi Polri.
2. Hotspot Reformasi Politik dan Demokrasi
Kepadatan tinggi juga terlihat pada kata kunci reformasi, komunikasi politik, demokrasi, dan birokrasi. Konsentrasi ini mencerminkan besarnya perhatian terhadap posisi dan peran Polri dalam proses demokratisasi pasca-1998. Kajian dalam klaster ini menyoroti transformasi institusional Polri dari militeristik ke sipil, hubungan dengan institusi demokratis seperti Kompolnas, serta tantangan birokratis dalam menjalankan reformasi struktural.
3. Hotspot Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Area padat juga terbentuk di sekitar kata kunci reformasi birokrasi, pelayanan publik, kepolisian, sumber daya manusia Polri, dan kendala peningkatan kualitas. Hal ini mengindikasikan fokus penelitian pada isu-isu tata kelola internal Polri, termasuk penguatan kapasitas kelembagaan, efisiensi birokrasi, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kajian dalam klaster ini umumnya bersifat evaluatif terhadap kinerja reformasi kelembagaan.
4. Hotspot Transformasi Budaya dan Identitas Polri
Kata kunci seperti Indonesian police, presisi, cultural, humanist, civil, dan culture membentuk area dengan kepadatan tinggi. Tema ini menggambarkan tren kajian yang berfokus pada transformasi identitas kelembagaan Polri, khususnya pergeseran paradigma dari pendekatan koersif ke pendekatan humanis. Kehadiran konsep Polri Presisi menjadi indikator penting dari arah reformasi yang menekankan modernisasi, profesionalisme, dan pendekatan berbasis data serta teknologi.
5. Hotspot Implementasi Kebijakan dan Respons Lapangan
Kepadatan menengah juga terlihat pada tema-tema seperti unjuk rasa, faktor pendukung dan penghambat, serta implementasi. Area ini menunjukkan adanya perhatian terhadap tantangan operasional dan hambatan struktural dalam pelaksanaan kebijakan reformasi Polri. Fokus kajian di klaster ini lebih mengarah pada dinamika di lapangan, termasuk bagaimana Polri merespons demonstrasi dan protes sosial dalam kerangka tugas keamanan publik.
Secara keseluruhan, density visualization mengungkapkan bahwa kajian mengenai reformasi Polri dalam literatur akademik terkonsentrasi pada empat fokus utama:
- Reformasi politik dan demokratisasi, yang mengaitkan posisi Polri dalam sistem demokrasi dan birokrasi negara pasca-Orde Baru.
- Modernisasi kelembagaan dan peningkatan pelayanan publik, melalui pembenahan birokrasi, penguatan SDM, dan evaluasi kualitas layanan kepolisian.
- Transformasi budaya organisasi dan identitas Polri, terutama dalam membangun paradigma polisi sipil yang humanis dan adaptif melalui program Polri Presisi.
- Implementasi kebijakan dan respons terhadap dinamika sosial, yang mencerminkan kesenjangan antara kebijakan reformasi dan praktik di lapangan.
Temuan ini menunjukkan bahwa kajian reformasi Polri tidak hanya bersifat struktural dan konseptual, tetapi juga mulai bergerak ke arah evaluasi kinerja, budaya organisasi, serta respons institusional terhadap tantangan sosial kontemporer. Dengan demikian, pendekatan reformasi Polri dalam ranah akademik berkembang semakin kompleks dan multidimensional.
Celah Penelitian Reformasi Polri
Kajian akademik mengenai reformasi Polri menunjukkan pola evolusi topik yang cukup jelas dalam beberapa dekade terakhir. Pada fase awal, fokus utama penelitian cenderung berkutat pada isu-isu politik dan demokratisasi, seiring dengan transisi Indonesia menuju sistem politik yang lebih terbuka pasca-reformasi 1998. Selanjutnya, perhatian mulai bergeser ke arah isu identitas kultural dan institusional Polri, termasuk peran Polri dalam membentuk citra dan kepercayaan publik. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama periode 2022–2024, tren penelitian bergerak semakin kuat ke arah reformasi birokrasi, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta pengembangan sumber daya manusia. Perubahan arah riset ini sejalan dengan agenda strategis Polri yang dikenal dengan konsep “Presisi” (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan), yang menekankan transformasi institusi ke arah lebih modern, profesional, dan akuntabel.
Meskipun tren ini menunjukkan perkembangan positif, terdapat sejumlah kesenjangan penelitian (research gap) yang penting untuk diidentifikasi dan dijawab oleh studi-studi selanjutnya. Pertama, terdapat minimnya kajian evaluatif terhadap implementasi reformasi Polri di tingkat operasional. Sebagian besar penelitian masih berfokus pada tataran normatif dan kebijakan birokratis, tanpa mengupas secara mendalam bagaimana reformasi tersebut diwujudkan dalam praktik lapangan, misalnya dalam penanganan unjuk rasa, penegakan hukum kasus narkotika, atau respons terhadap dinamika sosial-politik masyarakat. Kedua, perspektif masyarakat sebagai pihak penerima layanan dan pengawasan publik masih kurang terepresentasi. Pendekatan citizen-centric yang meneliti persepsi, pengalaman, dan kepuasan masyarakat terhadap reformasi Polri belum menjadi fokus utama dalam mayoritas studi.
Ketiga, tema digitalisasi dan inovasi teknologi pelayanan publik oleh Polri masih minim dieksplorasi, padahal institusi ini tengah gencar mendorong sistem pelayanan digital seperti SIM online, SKCK online, dan pelaporan kepolisian berbasis teknologi. Ini menunjukkan adanya celah besar dalam memahami tantangan dan keberhasilan transformasi digital Polri. Keempat, isu akuntabilitas dan pengawasan eksternal oleh lembaga seperti Kompolnas maupun masyarakat sipil juga belum banyak diteliti secara sistematis, padahal aspek ini krusial dalam menjamin keberlanjutan reformasi yang berintegritas. Terakhir, kajian reformasi Polri umumnya masih bersifat domestik dan kurang menyertakan perbandingan internasional. Studi komparatif dengan model reformasi kepolisian di negara-negara lain berpotensi memberikan perspektif baru dan solusi inovatif yang relevan dengan konteks Indonesia.
Dengan demikian, meskipun reformasi Polri telah menjadi tema penting dalam diskursus akademik, masih banyak ruang untuk memperluas cakupan, memperdalam analisis, dan memperkaya perspektif, terutama yang berorientasi pada praktik lapangan, pengalaman publik, inovasi digital, dan akuntabilitas kelembagaan.
Novelty KebaharuanReformasi Polri
Seiring dengan bergesernya fokus penelitian tentang Polri dari isu politik dan demokratisasi menuju reformasi birokrasi dan pelayanan publik, muncul kebutuhan mendesak untuk menghadirkan pendekatan-pendekatan baru yang lebih kontekstual, aplikatif, dan relevan dengan dinamika sosial saat ini. Penelitian ini menawarkan sejumlah kebaruan (novelty) yang bertujuan untuk mengisi gap dalam literatur dan praktik reformasi kepolisian di Indonesia.
Pertama, pengembangan model evaluasi implementasi reformasi Polri di tingkat operasional merupakan kebaruan utama. Jika sebelumnya studi cenderung menekankan aspek kelembagaan dan kebijakan di level pusat, maka penelitian ini berupaya membangun kerangka evaluatif berbasis praktik di lapangan. Fokus diarahkan pada respons Polri terhadap isu-isu konkret seperti penanganan unjuk rasa, pelanggaran HAM, serta tantangan kriminalitas digital. Model ini penting untuk memahami sejauh mana reformasi benar-benar berjalan dalam realitas operasional sehari-hari.
Kedua, pendekatan citizen-centered policing menjadi landasan penting dalam kebaruan penelitian. Dengan menekankan partisipasi publik, persepsi masyarakat, dan kepuasan pengguna layanan, penelitian ini menggeser titik berat evaluasi reformasi dari orientasi institusional menuju orientasi publik. Hal ini memberikan perspektif baru dalam mengukur keberhasilan reformasi birokrasi Polri, bukan hanya dari indikator internal, tetapi juga dari hasil yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ketiga, penelitian ini mengangkat dimensi digital governance dalam konteks reformasi Polri, sebuah wilayah yang masih minim eksplorasi akademik. Dengan mengaitkan agenda reformasi birokrasi dengan transformasi digital melalui e-policing, smart governance, dan layanan publik berbasis teknologi (misalnya SIM online, SKCK online, SP2HP digital), penelitian ini mengisi kekosongan wacana di era digitalisasi sektor publik.
Keempat, dari sisi tata kelola kelembagaan, penelitian ini menyoroti aspek akuntabilitas dan pengawasan eksternal yang selama ini masih kurang terbahas. Kebaruan muncul dari pengembangan model kolaboratif antara Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), DPR, media, dan masyarakat sipil dalam memastikan transparansi dan integritas dalam pelaksanaan reformasi. Ini memberikan dimensi baru dalam memahami bagaimana reformasi tidak hanya dijalankan secara internal, tetapi juga diawasi secara eksternal.
Kelima, untuk memperluas perspektif dan meningkatkan relevansi kebijakan, penelitian ini menawarkan studi perbandingan global dengan merefleksikan praktik reformasi kepolisian di negara-negara demokrasi lain seperti Jepang, Inggris, atau negara-negara ASEAN. Pendekatan ini memberikan benchmark internasional yang dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang strategi reformasi Polri yang lebih adaptif dan berstandar global.
Dengan menggabungkan pendekatan evaluatif berbasis praktik operasional, orientasi publik, pemanfaatan teknologi digital, penguatan pengawasan eksternal, serta wawasan perbandingan internasional, penelitian ini menawarkan kebaruan konseptual dan praktis dalam studi reformasi Polri. Pendekatan ini diharapkan dapat memperluas cakupan kajian yang selama ini masih terfokus pada dimensi birokrasi dan kebijakan, sekaligus memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan kebijakan kepolisian yang lebih demokratis, responsif, dan berorientasi pada masyarakat.
download pdf disini