Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Namun, kelemahan akuntabilitas menyebabkan birokrasi tidak responsif terhadap kepentingan warga. Berbagai keluhan seperti biaya tidak transparan, ketidakpastian waktu layanan, hingga rendahnya responsivitas aparatur menjadi indikator buruknya pelayanan. Oleh karena itu, akuntabilitas dalam pelayanan publik menjadi keharusan agar pemerintah mampu memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai pemegang amanah (Mareta & Firdaus, 2024:232–233)
Rendahnya akuntabilitas lembaga pemerintahan memicu krisis kepercayaan publik dan menjadi penyebab terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Masyarakat semakin selektif terhadap kinerja pemerintah, khususnya pasca krisis moneter, dan menuntut sistem akuntabilitas publik yang transparan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, penguatan sistem akuntabilitas dipandang sebagai instrumen penting untuk mewujudkan good governance yang berbasis transparansi, partisipasi, dan keadilan (Maolani et al., 2023:1–2)
Akuntabilitas dan transparansi merupakan elemen mendasar dalam pengelolaan keuangan publik. Pemerintah daerah berkewajiban menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya, jelas, dan relevan agar masyarakat memperoleh informasi yang utuh terkait penggunaan dana publik. Namun, kasus di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa meskipun memperoleh opini WTP, transparansi kepada masyarakat masih lemah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah akuntabilitas dan transparansi benar-benar berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerah (Zubaidah & Nugraeni, 2023:979–980)
Prinsip akuntabilitas dan transparansi menjadi indikator utama keberhasilan good governance. Implementasi keduanya di tingkat pelayanan publik merupakan tantangan besar, khususnya dalam penyediaan layanan dasar seperti e-KTP. Di Kecamatan Tallo, Makassar, masih ditemukan keluhan masyarakat terkait lambannya pelayanan, praktik percaloan, serta minimnya laporan pertanggungjawaban. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap mekanisme akuntabilitas dan transparansi agar pelayanan publik lebih efisien dan bebas dari penyimpangan (Haikal & Mauliana, 2022:90–93)
Pelayanan publik merupakan salah satu instrumen utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun, masih ditemukan berbagai permasalahan seperti birokrasi berbelit, ketidakpastian waktu penyelesaian, hingga rendahnya responsivitas aparatur. Hal tersebut disebabkan lemahnya akuntabilitas penyelenggara pelayanan publik sehingga hak masyarakat tidak terpenuhi secara maksimal. Kondisi ini berimplikasi pada turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Oleh karena itu, akuntabilitas dipandang sebagai prinsip fundamental dalam good governance yang menuntut adanya pertanggungjawaban, keterbukaan, serta peningkatan kualitas pelayanan (Mareta & Firdaus, 2024:232–233)
Fenomena rendahnya akuntabilitas di berbagai lembaga pemerintahan telah menimbulkan persoalan serius berupa meningkatnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Masyarakat semakin kritis terhadap jalannya pemerintahan pasca krisis moneter, sehingga menuntut transparansi serta akuntabilitas yang lebih baik. Dalam konteks ini, sistem akuntabilitas publik dipandang penting sebagai alat kontrol terhadap pejabat publik sekaligus instrumen pencegahan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian, penerapan akuntabilitas publik tidak hanya sebatas kewajiban administratif, melainkan menjadi syarat mendasar bagi terwujudnya good governance yang transparan, partisipatif, dan berintegritas (Maolani et al., 2023:1–2)
Pengelolaan keuangan publik yang akuntabel dan transparan merupakan salah satu indikator kualitas tata kelola pemerintahan daerah. Laporan keuangan yang akurat, jelas, dan relevan tidak hanya menjadi wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada publik, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Namun, realitas menunjukkan masih adanya kesenjangan, seperti pada kasus Pemerintah Kabupaten Sleman yang meskipun memperoleh opini WTP dari BPK, namun dianggap kurang transparan dalam penyajian informasi keuangan kepada masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai sejauh mana akuntabilitas dan transparansi benar-benar berkontribusi terhadap kualitas laporan keuangan daerah (Zubaidah & Nugraeni, 2023:979–980)
Akuntabilitas dan transparansi merupakan prinsip fundamental good governance yang wajib diimplementasikan dalam seluruh aspek pelayanan publik. Namun, dalam praktiknya, pelayanan publik di tingkat kecamatan masih menghadapi berbagai persoalan. Di Kecamatan Tallo, Makassar, misalnya, ditemukan masalah keterlambatan pembuatan e-KTP, adanya praktik percaloan, serta kurangnya mekanisme laporan pertanggungjawaban aparatur kepada masyarakat. Kondisi ini menunjukkan lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi, sehingga pelayanan publik belum berjalan efektif dan efisien. Oleh karena itu, penelitian ini berangkat dari kebutuhan untuk mengevaluasi implementasi kedua prinsip tersebut dalam pelayanan e-KTP (Haikal & Mauliana, 2022:90–93)
Sintesis :
Pelayanan publik yang akuntabel dan transparan merupakan fondasi utama keberhasilan pemerintahan karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sekaligus membangun kepercayaan publik. Namun, praktik di lapangan masih menunjukkan kelemahan serius, seperti birokrasi yang lamban, biaya layanan yang tidak jelas, hingga rendahnya responsivitas aparatur. Kondisi ini tidak hanya menurunkan kualitas pelayanan, tetapi juga memicu krisis kepercayaan masyarakat serta membuka ruang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Akuntabilitas tidak sekadar kewajiban administratif, melainkan prinsip fundamental yang harus diimplementasikan dalam seluruh aspek pemerintahan, baik dalam pengelolaan keuangan publik maupun pelayanan dasar. Transparansi laporan keuangan, kejelasan prosedur, serta mekanisme pertanggungjawaban yang terbuka menjadi syarat penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, adil, dan berintegritas. Dengan penerapan akuntabilitas yang konsisten, pelayanan publik dapat berjalan lebih efektif, efisien, serta mampu memenuhi hak masyarakat secara optimal.
Fenomena
Dalam beberapa tahun terakhir, keluhan masyarakat mengenai pelayanan publik terus meningkat. Fenomena antrean panjang, biaya tidak transparan, dan ketidakpastian waktu penyelesaian dokumen administrasi menjadi isu yang sering diberitakan media. Misalnya, laporan Ombudsman RI tahun 2023 menunjukkan bahwa birokrasi pelayanan publik masih mendominasi pengaduan masyarakat, dengan kasus tertinggi pada bidang administrasi kependudukan. Hal ini memperkuat temuan penelitian bahwa lemahnya akuntabilitas birokrasi menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik (Mareta & Firdaus, 2024:232).
Kasus korupsi di tingkat kementerian dan pemerintah daerah masih marak terjadi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2022 menunjukkan bahwa kepala daerah mendominasi kasus korupsi dengan 162 perkara. Fenomena ini membuktikan rendahnya penerapan sistem akuntabilitas publik di Indonesia. Penelitian ini menegaskan bahwa kelemahan transparansi dan akuntabilitas berkontribusi besar terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (Maolani et al., 2023:1–2).
Pada tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada sebagian besar pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Sleman. Namun, meski mendapatkan WTP, publik masih meragukan kualitas transparansi laporan keuangan karena keterbatasan akses masyarakat terhadap data anggaran. Fenomena ini menegaskan adanya paradoks antara capaian administratif (opini WTP) dengan realitas transparansi yang rendah, sebagaimana diungkapkan dalam penelitian ini (Zubaidah & Nugraeni, 2023:979).
Layanan perekaman dan penerbitan e-KTP di berbagai daerah, termasuk Kota Makassar, masih menghadapi persoalan klasik berupa keterlambatan pencetakan dan praktik percaloan. Pada tahun 2021, Ombudsman RI menemukan adanya pungutan liar (pungli) dalam layanan administrasi kependudukan di sejumlah kecamatan di Makassar. Fenomena ini menunjukkan lemahnya implementasi akuntabilitas dan transparansi, serta membuktikan bahwa masyarakat masih rentan menjadi korban birokrasi yang tidak efisien (Haikal & Mauliana, 2022:91).
Sintesis :
Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik memperlihatkan masih lemahnya kualitas tata kelola pemerintahan. Fenomena antrean panjang, biaya tidak transparan, serta ketidakpastian waktu penyelesaian administrasi menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan, khususnya pada layanan dasar seperti administrasi kependudukan. Meski secara administratif pemerintah daerah banyak memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), hal tersebut tidak serta merta menjamin transparansi dan akuntabilitas di mata publik. Bahkan, praktik pungutan liar, keterlambatan layanan, hingga percaloan masih marak terjadi dan berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi.
Kondisi ini diperparah oleh tingginya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan pejabat publik, menegaskan lemahnya penerapan sistem akuntabilitas secara menyeluruh. Di satu sisi, pencapaian administratif sering dijadikan indikator keberhasilan, namun di sisi lain masyarakat masih sulit mengakses informasi anggaran maupun memperoleh pelayanan yang cepat dan efisien. Paradoks inilah yang menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas belum terinternalisasi secara substantif dalam sistem birokrasi. Dengan demikian, perbaikan kualitas pelayanan publik di Indonesia menuntut penguatan prinsip akuntabilitas dan transparansi secara nyata, bukan hanya sebatas formalitas administratif.
Tinjauan Teori
Akuntabilitas dalam pelayanan publik erat kaitannya dengan prinsip good governance. Menurut Bovens (2007), akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pejabat publik untuk memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban atas keputusan maupun tindakannya kepada pihak yang memiliki hak untuk menuntut. Sedangkan menurut Denhardt & Denhardt (2003), pelayanan publik harus diarahkan pada public interest yang mengutamakan keterbukaan, keadilan, dan partisipasi warga negara. Dalam konteks ini, akuntabilitas pelayanan publik dipahami tidak hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban administratif, tetapi juga moral dan sosial (Mareta & Firdaus, 2024:233).
Konsep good governance berakar pada prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efektivitas, dan supremasi hukum (UNDP, 1997). Akuntabilitas publik sendiri dipahami sebagai kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan rakyat melalui mekanisme pelaporan dan evaluasi (Romzek & Dubnick, 1987). Teori ini menegaskan bahwa akuntabilitas publik berperan penting dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan serta memperkuat legitimasi pemerintah (Maolani et al., 2023:2).
Kualitas laporan keuangan pemerintah ditentukan oleh tingkat akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik. Menurut Mardiasmo (2018), akuntabilitas sektor publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta kebijakan yang dipercayakan kepadanya. Sementara itu, transparansi menurut Hood (1991) mencakup keterbukaan informasi publik yang memungkinkan masyarakat melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran. Kedua teori ini mendukung analisis mengenai pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kualitas laporan keuangan daerah (Zubaidah & Nugraeni, 2023:980).
Pelayanan publik menurut Osborne & Gaebler (1992) adalah aktivitas pemerintah dalam memberikan layanan yang efisien, adil, dan responsif terhadap kebutuhan warga. Prinsip akuntabilitas dan transparansi menjadi kunci agar pelayanan publik terhindar dari praktik penyimpangan. Akuntabilitas dalam pelayanan publik mengacu pada kemampuan birokrasi untuk menjawab pertanggungjawaban kepada masyarakat (Mulgan, 2000), sedangkan transparansi menekankan keterbukaan informasi dan proses layanan yang dapat diakses oleh masyarakat (Fox, 2007). Teori ini relevan dalam menelaah implementasi akuntabilitas dan transparansi pada pelayanan e-KTP di Kecamatan Tallo (Haikal & Mauliana, 2022:92).
Kerangka teori penelitian ini berangkat dari konsep good governance yang menekankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan responsivitas birokrasi (UNDP, 1997). Akuntabilitas pelayanan publik dipahami sebagai keterikatan birokrasi untuk mempertanggungjawabkan kewenangan dan sumber daya yang dikelola (Bovens, 2007). Dalam kerangka ini, akuntabilitas diposisikan sebagai variabel utama yang memengaruhi kualitas pelayanan publik, sementara transparansi dan keterbukaan informasi merupakan instrumen penguat. Dengan demikian, semakin baik akuntabilitas birokrasi, semakin meningkat pula kepercayaan publik terhadap layanan yang diberikan (Mareta & Firdaus, 2024:233).
Kerangka teori penelitian ini didasarkan pada hubungan antara akuntabilitas publik dan good governance. Akuntabilitas publik dipahami sebagai mekanisme untuk mencegah penyalahgunaan wewenang melalui pertanggungjawaban yang jelas kepada publik (Romzek & Dubnick, 1987). Sementara good governance menekankan pada transparansi, partisipasi, dan efektivitas pemerintahan (UNDP, 1997). Dalam kerangka ini, penerapan sistem akuntabilitas publik berfungsi sebagai variabel independen yang berkontribusi pada pencapaian tata kelola pemerintahan yang baik. Semakin tinggi penerapan akuntabilitas, semakin rendah potensi praktik KKN (Maolani et al., 2023:2).
Kerangka teori dalam penelitian ini berlandaskan pada teori akuntabilitas publik (Mardiasmo, 2018) dan transparansi birokrasi (Hood, 1991). Akuntabilitas diposisikan sebagai variabel independen pertama, transparansi sebagai variabel independen kedua, dan kualitas laporan keuangan sebagai variabel dependen. Model konseptual yang diajukan mengasumsikan bahwa akuntabilitas dan transparansi secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian, kualitas laporan keuangan tidak hanya ditentukan oleh kepatuhan administratif, tetapi juga oleh tingkat keterbukaan informasi dan tanggung jawab publik (Zubaidah & Nugraeni, 2023:980).
Kerangka teori penelitian ini menempatkan akuntabilitas dan transparansi sebagai dua variabel utama dalam menilai kualitas pelayanan publik (Mulgan, 2000; Fox, 2007). Akuntabilitas dipahami sebagai kewajiban aparatur untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat, sedangkan transparansi menekankan keterbukaan informasi dan proses layanan. Variabel-variabel ini berinteraksi dalam memengaruhi kualitas pelayanan e-KTP di Kecamatan Tallo. Jika akuntabilitas dan transparansi tinggi, maka pelayanan publik akan lebih efektif, efisien, dan bebas dari praktik percaloan (Haikal & Mauliana, 2022:92).
Sintesis :
Sintesis kajian teori di atas menunjukkan bahwa akuntabilitas dan transparansi merupakan pilar utama dalam mewujudkan good governance dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Akuntabilitas dipahami tidak hanya sebatas kewajiban administratif, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan sosial birokrasi kepada masyarakat. Transparansi menjadi instrumen penguat yang memungkinkan publik melakukan kontrol terhadap pengelolaan sumber daya dan proses pelayanan. Kedua prinsip ini saling berkaitan erat dalam mencegah penyalahgunaan kewenangan, meningkatkan legitimasi pemerintah, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap birokrasi.
Dalam konteks pelayanan publik, penerapan akuntabilitas dan transparansi berdampak langsung pada efektivitas, efisiensi, serta kualitas layanan yang diterima masyarakat. Pelayanan yang responsif, terbuka, dan adil hanya dapat terwujud jika aparatur memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas dan informasi yang mudah diakses. Oleh karena itu, penelitian mengenai implementasi akuntabilitas dan transparansi, baik pada aspek pelayanan administratif maupun pengelolaan keuangan publik, menjadi relevan untuk menilai sejauh mana prinsip good governance telah dijalankan.
Penelitian Terdahulu
Ilmiyah et al. (2023:84) meneliti penerapan aplikasi SIPARAJA dalam pelayanan administrasi kependudukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas birokrasi dapat diwujudkan melalui inovasi digital yang mendukung keterbukaan informasi, birokrasi yang efektif, serta pelayanan publik yang berkualitas. Studi ini memperlihatkan bahwa integrasi teknologi menjadi instrumen penting dalam mewujudkan birokrasi bersih dan akuntabel.
Penelitian oleh Hidayat, Sutikno, dan Mulyadi (2023: 112) mengenai akuntabilitas kinerja di Kecamatan Gading Cempaka, Bengkulu, menemukan bahwa aparatur pemerintahan telah melaksanakan tugas sesuai SOP dan tupoksi, disiplin waktu, serta melakukan pelaporan kinerja dengan baik. Temuan ini memperkuat pentingnya kepatuhan prosedural dalam membangun akuntabilitas birokrasi.
Rahayu, Diatmika, dan Noviana (2022: 57) menegaskan bahwa akuntabilitas publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan masyarakat. Penelitian yang dilakukan di Kantor Desa Labuhan Sumbawa ini memberikan bukti empiris bahwa kepercayaan publik tumbuh seiring meningkatnya pertanggungjawaban aparatur desa dalam memberikan layanan.
Dalam konteks laporan keuangan daerah, Firmansyah, Yuniar, dan Arfiansyah (2022: 23) menemukan bahwa transparansi informasi keuangan serta karakteristik pemerintah daerah (misalnya tingkat belanja modal) memiliki pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini memperlihatkan bahwa keterbukaan informasi tidak hanya mendukung akuntabilitas publik, tetapi juga menjadi determinan penting dalam membangun kredibilitas laporan keuangan pemerintah.
Sementara itu, Mulkhadimah (2023: 91) menguji pengaruh akuntabilitas, transparansi, pengawasan, dan budaya organisasi terhadap kinerja pelayanan publik pada Puskesmas di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas, transparansi, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan publik, sementara pengawasan tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Temuan ini menekankan pentingnya membangun budaya organisasi yang mendukung keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Sintesis :
Sintesis dari penelitian-penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa akuntabilitas birokrasi dapat diwujudkan melalui kombinasi kepatuhan prosedural, keterbukaan informasi, serta pemanfaatan teknologi digital. Inovasi aplikasi seperti SIPARAJA menunjukkan bahwa digitalisasi mampu meningkatkan transparansi, efektivitas birokrasi, dan kualitas pelayanan publik. Pada saat yang sama, penelitian di tingkat kecamatan maupun desa menegaskan bahwa kepatuhan aparatur pada SOP, kedisiplinan, dan pelaporan kinerja merupakan fondasi penting untuk membangun kepercayaan publik serta meningkatkan kualitas layanan.
Selain itu, keterbukaan informasi terbukti menjadi faktor kunci tidak hanya dalam meningkatkan kepuasan masyarakat, tetapi juga dalam menjamin kredibilitas laporan keuangan daerah. Transparansi dan akuntabilitas yang kuat mendorong terbangunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, sementara budaya organisasi yang mendukung keterbukaan dan tanggung jawab memperkuat kinerja pelayanan publik. Dengan demikian, akuntabilitas publik harus dipandang sebagai konstruksi multidimensional yang dipengaruhi oleh prosedur, teknologi, budaya organisasi, serta keterbukaan informasi, sehingga implementasinya menjadi determinan utama dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, responsif, dan kredibel.
Daftar Pustaka (APSA) :
Bovens, Mark. 2007. “Analysing and Assessing Accountability: A Conceptual Framework 1.” European Law Journal 13(4): 447–68. doi:10.1111/j.1468-0386.2007.00378.x.
Firmansyah, Amrie, Muhamad Rizal Yuniar, and Zef Arfiansyah. 2022. “KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DI INDONESIA: TRANSPARANSI INFORMASI KEUANGAN DAN KARAKATERISTIK PEMERINTAH DAERAH.” Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia (AKURASI) 4(2): 181–97. doi:10.33827/akurasi2022.vol4.iss2.art180.
Fox, Jonathan. 2007. “The Uncertain Relationship between Transparency and Accountability.” Development in Practice 17(4–5): 663–71. doi:10.1080/09614520701469955.
Haikal, Muhammad Fikri, and D D Mauliana. 2022. “Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan E-KTP Di Kantor Kecamatan Tallo Kota Makassar).” Jurnal Administrasi Negara 28(1): 89–112.
Hidayat, Putra, Bambang Sutikno, and Mulyadi Mulyadi. 2025. “Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik Pada Kantor Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.” Jurnal Stia Bengkulu : Committe to Administration for Education Quality 11(1): 45–56. doi:10.56135/jsb.v11i1.206.
Hood, CHRISTOPHER. 1991. “A PUBLIC MANAGEMENT FOR ALL SEASONS?” Public Administration 69(1): 3–19. doi:10.1111/j.1467-9299.1991.tb00779.x.
Maolani, Dedeng Yusuf, Ajeng Siti Nuraeni, Angke Dellyani, and Eka Fikry Al Huda. 2023. “Penerapan Sistem Akuntabilitas Publik Dalam Mewujudkan Good Governance Di Indonesia.” Jurnal Dialektika: Jurnal Ilmu Sosial 21(2): 1–7. doi:10.63309/dialektika.v21i2.137.
Mardiasmo, M B A. 2021. Akuntansi Sektor Publik-Edisi Terbaru. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mareta, Frisda Cahya, and Firdaus Fakih. 2024. “Mekanisme Akuntabilitas Pelayanan Publik.” Jurnal Ilmu Administrasi dan Studi Kebijakan (JIASK) 6(2): 231–40. doi:10.48093/jiask.v6i2.210.
Mulgan, Richard. 2000. “‘Accountability’: An Ever‐Expanding Concept?” Public Administration 78(3): 555–73. doi:10.1111/1467-9299.00218.
Mulkhadimah, Ayu. 2022. “PENGARUH AKUNTABILITAS, TRANSPARANSI, PENGAWASAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK DI PUSKESMAS SAAT PANDEMI COVID-19 (Studi Empiris Pada Puskemas Se-Kota Pekanbaru).” JIANA ( Jurnal Ilmu Administrasi Negara ) 20(3): 238–49. doi:10.46730/jiana.v20i3.8072.
Rahayu, Sri, I Putu Gede Diatmika, and N Noviana. 2023. “AKUNTABILITAS PUBLIK DAN KUALITAS PELAYANAN DALAM MEMBERIKAN KEPUASAN KEPADA MASYARAKAT STUDI PADA KANTOR DESA LABUHAN SUMBAWA.” Jurnal Riset Kajian Teknologi dan Lingkungan 5(2): 017–024. doi:10.58406/jrktl.v5i2.1064.
Romzek, Barbara S, and Melvin J Dubnick. 2018. “Accountability in the Public Sector: Lessons from the Challenger Tragedy.” In Democracy, Bureaucracy, and the Study of Administration, Routledge, 182–204. https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9780429501036-13/accountability-public-sector-lessons-challenger-tragedy-barbara-romzek-melvin-dubnick.
UNDP. 1997. Governance for Sustainable Human Development. New York: UNDP.
Zubaidah, Azza Nur, and Nugraeni Nugraeni. 2023. “PENGARUH AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMEN.” Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA) 7(3): 978–88. doi:10.31955/mea.v7i3.3475.
Daftar Pustaka
Bovens, M. (2007). Analysing and Assessing Accountability: A Conceptual Framework. European Law Journal, 13(4), 447–468.
Fox, J. (2007). The Uncertain Relationship between Transparency and Accountability. Development in Practice, 17(4–5), 663–671.
Firmansyah, A., Yuniar, M. R., & Arfiansyah, Z. (2022). Kualitas Laporan Keuangan di Indonesia: Transparansi Informasi Keuangan dan Karakteristik Pemerintah Daerah. Jurnal Akurasi: Jurnal Studi Akuntansi dan Keuangan, 5(1), 21–34.
Haikal, M. F., & Mauliana, D. (2022). Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan E-KTP di Kecamatan Tallo Kota Makassar). Jurnal Administrasi Negara, 28(1), 89–112.
Hidayat, P., Sutikno, B., & Mulyadi, M. (2023). Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik pada Kantor Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Jurnal Sosial dan Bisnis, 12(2), 109–118.
Hood, C. (1991). A Public Management for All Seasons?. Public Administration, 69(1), 3–19.
Ilmiyah, R., Rosidah, L., & Oktavia, N. (2023). Akuntabilitas dan Transparansi pada Pelayanan Publik (Studi pada Pelayanan Kependudukan). Kaganga: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora, 15(2), 81–96.
Maolani, D. Y., Nuraeni, A. S., Dellyani, A., & Al Huda, E. F. (2023). Penerapan Sistem Akuntabilitas Publik dalam Mewujudkan Good Governance di Indonesia. Jurnal Dialektika: Jurnal Ilmu Sosial, 21(2), 1–3.
Mareta, F. C., & Firdaus. (2024). Mekanisme Akuntabilitas Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi dan Studi Kebijakan, 6(2), 232–233.
Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Mulkhadimah, A. (2023). Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi, Pengawasan, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Puskesmas Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JIANA), 11(2), 87–95.
Mulgan, R. (2000). Accountability: An Ever-Expanding Concept?. Public Administration, 78(3), 555–573.
Rahayu, S., Diatmika, I. P. G., & Noviana, N. (2022). Akuntabilitas Publik dan Kualitas Pelayanan dalam Memberikan Kepuasan kepada Masyarakat. Jurnal Riset Kajian Teknologi dan Lingkungan, 5(1), 55–62.
Romzek, B., & Dubnick, M. (1987). Accountability in the Public Sector: Lessons from the Challenger Tragedy. Public Administration Review, 47(3), 227–238.
UNDP. (1997). Governance for Sustainable Human Development. New York: UNDP.
Zubaidah, A. N., & Nugraeni. (2023). Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmiah MEA, 7(3), 978–982.
file pdf download disini



terima kasih sangat bermanfaat
kalo mau konsultasi harus menghubungi kemana ya ?
Thankyou…
dari sumber2 yang terbaru, mantap.